MOHON MAAF, PELAWISELATAN DOT BLOG SPOT DOT COM SEDANG DALAM PROSES RENOVASI. HARAP MAKLUM UNTUK KETIDAKNYAMANAN TAMIPLAN. Semoga Content Sharing Is Fun Memberikan Kontribusi Positif Bagi Pengunjungnya. Semua Artikel, Makalah yang Ada Dalam Blog Ini Hanyalah Sebagai Referensi dan Copast tanpa menyebutkan Sumber-nya Adalah Salah Satu Bentuk Pelecehan Intelektual. Terimakasih Untuk Kunjungan Sahabat

27 Februari 2009

Ekses Lain Dari 'Kemudahan'



“Jaman dahulu banyak orang tua bekerja keras di sawahnya dengan prinsip, biarlah saya kerja membanting tulang di sawah asalkan anak saya dapat meneruskan sekolah ke ITB.” Begitu kata Bapak Doddy Susanto, seorang Pengamat Sosial Budaya dalam sebuah acara Public Corner di Metro TV pada hari Selasa, 24 Februari 2009 pukul 15.30-16.00 WIB. Ada yang ‘nendang’ di sudut hati ketika mendengar kata-kata beliau di atas. Karena sungguh sangat terasa kawan, ‘semangat’ itu mulai memudar sekarang, justru ketika pemerintah mulai memberikan subsidi ekstra untuk dunia pendidikan kita.

Ketika saya duduk dibangku SD tahun 70-an, SMP dan SMA tahun 80-an, jika ingin mendapatkan biaya sekolah gratis maka kita harus mengukir prestasi terlebih dahulu. Yang ironisnya sekalipun kita telah mengukir prestasi di sekolah kita, belum tentu kita bisa menikmati biaya sekolah gratis jika kita tidak mampu bersaing dengan siswa berprestasi dari sekolah lain. Ya..begitulah kawan. Jargon yang mendengungkan hidup adalah perjuangan begitu jelas terasa denyutnya pada waktu itu. Akan tetapi semua tantangan itu bukannya membuat diri kita semakin mundur langkah, malah sebaliknya semua tantangan itu justru memacu semangat belajar dan berkarya semakin memuncak.

Tetapi bagaimana sekarang ? Sejak beberapa tahun yang lalu Pemerintah telah menyalurkan Biaya Operaional Sekolah (BOS) ke Satuan Pendidikan Dasar (SD/MIS dan SMP/MTs). Sehingga orang tua siswa dapat terbantu biaya pendidikan anaknya. Mengingat biaya operasional setiap sekolah berbeda-beda sementara jumlah dana BOS yang diberikah ke sekolah negri atau swasta sama, ya wajarlah jika ada sekolah yang masih mengambil kutipan dana dari orang tua murid. Apalagi untuk sekolah swasta Setidaknya kutipan itu tidak sebesar sebelum disalurkannya anggaran BOS ini. So…kemudahan itu telah tiba.

Namun apakah yang terjadi ? Kemudahan yang ditawarkan justru membuat semangat bertarung meraih ilmu itu semakin surut. Orang tua murid cenderung menuntut segala sesuatu serba gratis, sementara nyali belajar siswa semakin menipis. Saya terkadang tertawa geli jika melihat demo yang menuntut pendidikan gratis. Belum lagi para politisi yang selalu menggunakan ‘lagu kebangsaan’ menawarkan pendidikan gratis ketika kampanye Pilkada ataupun Pemilu. (he he he…gak maksud nyerempet ke politik praktis lo…). Ya…gitulah kalo pendidikan telah di politisasi.

Pertanyaannya sekarang…andaikata pendidikan gratis memang terwujud di negri ini secara merata sampai ke pelosok daerah, apakah masyarakat kita sudah siap mental untuk itu ? Sehingga tujuan Negara Republik Indonesia tercinta ini seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 terwujud ? Sementara bukan rahasia lagi di jaman sekarang ini banyak orang tua menyekolahkan anaknya dengan satu obsesi…. I…J…A…Z…A…H…!! Dari kecil anak dicekoki dengan tujuan sekolah untuk mendapatkan ijazah supaya mudah mendapatkan pekerjaan, hingga dewasapun si anak meneruskan pola pikir itu dan akhirnya….berserakanlah di sekitar kita pihak-pihak yang memiliki ijazah..tapi…maaf…sangat sulit mempertanggung jawabkan ilmunya. Kalau sudah begini mulailah para pengamat pendidikan berpolemik betapa rendahnya kwalitas lulusan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA bahkan sampai ke Perguruan Tinggi.

Sungguh tepat sekali jika Bapak Doddy Susanto mendengungkan: “Sekarang perlu ditumbuh kembangkan kembali semangat untuk bekerja keras demi kelanjutan pendidikan anak di kalangan orang tua, seperti orang tua kita di masa lalu”. Bagi mereka melanjutkan sekolah sama dengan meneruskan langkah meraih ilmu sebanyak-banyaknya. Pada dasarnya sekolah itu tergantung apa yang diniatkan. Jika yang diniatkan hanya sebatas ijazah, maka itulah yang didapat. Tetapi jika ilmu menempati prioritas puncak, Insya Allah tidak hanya ilmu yang didapat, tetapi ijazahpun akan menyertai. Berproseslah…!! Sungguh kurang bijak jika kita mengharapkan hasil maksimal hanya dari sebuah ‘kemudahan’. Karena manusia akan semakin tangguh menghadapi dinamika hidup bukan karena kemudahan…tetapai karena kesulitan yang menempa dirinya.

Tetapi bukan berarti bantuan pemerintah harus dihentikan kawan. Hanya saja alangkah indahnya hasil dari kemudahan itu jika para orang tua tidak kehilangan semangat juang untuk memperjuangkan pendidikan anak-anaknya. Ingat…!! Memperjuangkan pendidikan anak bukan berarti memperjuangkan ijazah anak… It’s so different…!

Selengkapnya...

25 Februari 2009

Beban Kerja Guru Penerima Tunjangan Profesi


Kawan, sering terjadi polemik dikalangan guru di daerah tentang beban kerja guru penerima tunjangan profesi (lulus sertifikasi). Terkadang perdebatan tanpa bukti otentik hanya mengarah kepada debat kusir ala kedai kopi. Berikut saya lampirkan butir-butir PP 74 2008 yang menjelaskan hal ini.

BAB IV
BEBAN KERJA
Pasal 52
(1) Beban kerja Guru mencakup kegiatan pokok:
a) merencanakan pembelajaran;
b) melaksanakan pembelajaran;
c) menilai hasil pembelajaran;
d) membimbing dan melatih peserta didik; dan
e) melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja Guru.
(2). Beban kerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(3) Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan pendidikan tempat tugasnya sebagai Guru Tetap.
Pasal 53
Menteri dapat menetapkan ekuivalensi beban kerja untuk memenuhi ketentuan beban kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) dan ayat (3) bagi Guru yang:
a. bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus;
b. berkeahlian khusus; dan/atau
c. dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.
Pasal 54
(1) Beban kerja kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor.
(2) Beban kerja wakil kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor.
(3) Beban kerja ketua program keahlian satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(4) Beban kerja kepala perpustakaan satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(5) Beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(6) Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.
(7) Beban kerja pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(Sumber : PP 74/2008 Tentang Guru)
Guru yang menerima tunjangan profesi adalah guru yang telah lulus sertifikasi. Sedangkan guru yang disertifikasi adalah guru dalam jabatan. Pengertian guru dalam jabatan telah diuraikan dalam PP 74 2008 Pasal 1 ayat 9, sbb:
Guru Dalam Jabatan adalah Guru pegawai negeri sipil dan Guru bukan pegawai negeri sipil yang sudah mengajar pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun penyelenggara pendidikan yang sudah mempunyai Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
Dengan kata lain ketentuan beban kerja pada Pasal 52 di atas berlaku untuk guru penerima tunjangan profesi (lulus sertifikasi) baik dari kalangan PNS ataupu bukan PNS.
Kepada rekan-rekan (termasuk diri sendiri..he..he..he..) yang telah berhak menerima tunjangan profesi, tetapi sampai saat ini anda belum juga menerimanya…yap…bacalah buku Laskar Pelangi. Semoga anda mendapatkan spirit baru untuk tetap berbakti di dunia pendidikan negri ini. (Alaah…beginilah dampaknya jika mengkhatamkan LP berulang kali…he he he…)

Selengkapnya...

Perbedaan Model, Metode, Strategi, Teknik dan Pendekatan Pembelajaran


Dalam penyusunan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) kita tentu harus menentukan Model dan Metode Pembelajaran. Antara Model dan Metode Pembelajaran haruslah relevan. Kedua komponen ini terkadang menimbulkan kerancuan, yang bagaimana metode dan bagaimana pula model pembelajaran. Belum lagi jika dihadapkan dengan istilah Strategi, Teknik ataupun Pendekatan Pembelajaran. Uraian berikut ini mungkin dapat membantu kita untuk lebih spesifik dalam mengidentifikasi makna istilah-istilah tersebut.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi,menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah- langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran.
Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.
Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.
Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat berganti- ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran.
Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran tersebut dinamakan model pembelajaran.
Sebagai ilustrasi, ketika film Jablai tayang di layar lebar banyak remaja putri menggunakan model celana Jablai, yang terinspirasi dari lagu dangdut dan film tersebut. Sebagai sebuah model, celana jablai berbeda dengan celana model lain meskipun dibuat berdasarkan pendekatan, metode, dan teknik yang sama. Perbedaan tersebut terletak pada sajian, bentuk, warna, dan disainnya. Kembali ke pembelajaran, guru dapat berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa. Model guru tersebut dapat pula berbeda dengan model guru di sekolah lain meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama.
Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, model, dan teknik secara spesifik. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan model pembelajaran.
Nah kawan, gimana ? Masih bingungkah ? Pelan-pelan aja kita mempelajarinya. Saya juga masih belajar lo. Ini tadi kebetulan kepergok blognya Pak Wijaya Kusuma di www.wijayalabs.wordpress.com. Dan beliau sendiri juga ngutip dari www.klub.guru. Ya..gicu dech kronologis sharingnya. He he he…

Selengkapnya...

21 Februari 2009

Sertifikasi buat Calon Guru

Kawan, sehubungan dengan ada beberapa teman yang mempertanyakan sistim sertifikasi yang akan dijalani oleh para calon guru (aih…acem bahasa pengantar surat dari kelurahan aj yach….), maka kali ini saya posting kutipan PP 74 2008 Bab II Pasal 10.
Pada pasal ini menguraikan ‘aturan main’ sertifikasi bagi para calon guru yang masih dalam masa pendidikan di Perguruan Tinggi (Cuma saya kurang paham juga, apakah hanya di PT Negri saja atau juga Swasta)

BAB II
KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI

Pasal 10

1. Sertifikat Pendidik bagi calon Guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Guru.
2. Calon Guru yang tidak memiliki Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah lulus uji kelayakan.
3. Calon Guru yang tidak memiliki Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi diperlukan oleh Daerah Khusus yang membutuhkan Guru dapat diangkat menjadi pendidik setelah lulus uji kelayakan.
4. Sertifikat Pendidik sah berlaku untuk melaksanakan tugas sebagai Guru setelah mendapat nomor registrasi Guru dari Departemen.
5. Calon Guru dapat memperoleh lebih dari satu Sertifikat Pendidik, tetapi hanya dengan satu nomor registrasi Guru dari Departemen.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

(Sumber : PP 74 2008 Tentang Guru)

Pada Pengumuman hasil Porto Folio Sertifikasi Guru tahun 2008 lalu, cukup banyak guru di daerah yang kecewa ketika mereka harus menerima kenyataan sebagai peserta yang didiskualifikasi.

Sistim Diskualifikasi ini baru muncul di tahun 2008. Pada umumnya penyebabnya adalah ijazah yang berasal dari Perguruan Tinggi Swasta yang belum terakreditasi, masa kerja kurang dari 5 tahun (aneh ya…kok bisa lolos seleksi data untuk dipanggil melengkapi porto folio. He he he…) dan SK tugas yang tidak dikeluarkan oleh Yayasan (Sekolah/Madrasah Swasta).

Oleh karena itu kawan, alangkah bijaksananya untuk mengenal Perguruan Tinggi yang akan kita ikuti sebelum menyesal dikemudian hari. Juga memahami sistim managemen/administrasi sekolah/madrasah tempat kita bertugas. Terutama untuk kita-kita yang bertugas di daerah. Karena menyesal dikemudian hari…hiks…hiks….hiks… Sungguh tidak nyaman…!!

Selengkapnya...

20 Februari 2009

Maryamah Karpov: Pamungkasnya Tetralogi Laskar Pelangi


“Intinya tekanan, Kawan! Tekanan adalah keniscayaan semesta, dasar keseimbangan galaksi-galaksi. Kita tegak berdiri akibat tekanan dari keseluruhan system kosmos. Bumi berputar-putar, air mengalir, angin bertiup, burung-burung terbang, mekanika sendi-sendi tubuh, laut pasang surut, mulut berbunyi, semuanya karena tekanan. Tanpa tekanan, alam raya akan musnah. Tekanan bersembunyi dalam setiap serpih cahaya dan gerak halus benda-benda, disanalah tersimpan rahasia, mengapa kita ada.”

Kawan, bahasa filsafat dengan nuansa science yang sangat kental di atas dapat anda temui dalam Novel Maryamah Karpov karya Andre Hirata tepat di halaman 330. Novel ini terbit pertama kali November 2008. Dalam bulan yang sama telah dua kali turun cetak ulang dan pada Desember 2008 adalah turun cetak yang ke tiga. Sungguh dinamika frekuensi yang fantastis untuk level novel dengan warna berbagai cabang ilmu tumpah ruah di sana. Mulai dari Ilmu Biologi, Astronomi, Psikologi, Sosiologi, Filsafat, Religion…alaah..terlalu panjang jika harus disebut satu persatu kawan.

Maryamah Karpov merupakan Pamungkas-nya Tetralogi Laskar Pelangi. Novel Fenomenal yang telah banyak memberikan new spirit kepada beribu insan di bumi pertiwi ini. Sungguh kurang lengkap jika kawan membaca Laskar Pelangi tetapi tidak dilanjutkan ke Sang Pemimpi. Dan mimpi-mimpi itu tidak akan menjadi mimpi yang sempurna jika tidak diteruskan ke Edensor. Jika anda ingin reuni atas segala Mozaik yang terdapat pada ketiga buku tersebut….ayo…tuntaskan jawaban semuanya di Maryamah Karpov, setebal 504 halaman… he he he..masih unggul Laskar Pelangi ya…yang mencapai 534 halaman.

Andrea Hirata merupakan salah satu penulis dinegri ini yang telah berhasil menulis novel dengan ‘mendobrak’ rhetorical steps of Narrative. Maka jangan heran jika menemukan alur yang kesana-kesini tetapi tetap mampu menghipnotis mata kita untuk terus melanjutkan dari halaman yang satu ke halaman berikutnya. Dengan bahasa-bahasa yang terkadang bisa membuat jidat kita berkerut (karena bahasa filsafat-nya), termehek-mehek (karena kisah yang mengharu-biru), cengar-cengir sendiri (aih…seperti orang sinting ya ?) dan terkadang terbahak-bahak karena tidak mampu mengendalikan tawa. Misalnya aja pada kutipan yang rada panjang ini. Bukan apa-apa kawan, supaya dapet ‘feel’-nya aja…. Boleh dong….

“Archimedes, Boi, ia dituduh gila, lalu dipenggal kepalanya oleh kopral balok satu Romawi. Galileo dipaksa membaca tujuh mazmur pertobatan lantaran menentang bapak tua Aristoteles. Muhammad dilempari batu. Columbus terbirit-birit dipanah orang Indian, Marie Curie megap-megap kena radiasi, Faraday senewen keracunan merkuri. Ghandi ke penjara seperti ke jamban saja.”

Semangat Ketua Karmun berapi-api.

“Namun, merekalah para pembaru! Merekalah pahlawan! Keajaiban akan muncul bagi orang yang berani mengambil resiko untuk mencoba hal-hal yang baru!”

Hebat betul kata-kata mutiara Ketua.

“Kamu bisa seperti mereka, Kal! Jika kau ke klinik gigi itu, kau akan jadi pelopor pengobatan modern di kampung ini, kau bisa jadi pahlawan!”

Pahlawan? Archimedes pahlawan fisika, Galileo pahlawan astronomi, Marie Curie pahlawan radiasi, Gandhi pahlawan hak asasi, dan aku pahlawan gusi! Terima kasih …

(Maryamah Karpov, hal. 440-441)

Ha ha ha… memang bahasa humor Andrea Hirata….lain dari yang lain…. Apalagi teori-teori penyakit gila-nya dan pelajaran moral-nya. Misalnya aja yang satu ini:
…Pelajaran moral nomor Sembilan belas dari dua kejadian di atas: cinta, bisa saja berbanding terbalik dengan waktu, tapi pasti berbanding lurus dengan gila.

(Maryamah Karpov, hal. 492)

Kwa…kwa…kwa…sungguh tidak keliru jika ada yang menjuluki Andrea Hirata sebagai seniman kata-kata. Terkadang untuk mendeskripsikan sebuah istilah ia mengungkapkan dengan bahasa metafora yang cukup sederhana. Misalnya begini:

…Karena sejak kejadian khitan dulu, aku telah berjanji pada diriku sendiri dan pada alam semesta raya, apapun yang terjadi, aku tak mau ke rumah sakit. Dalam bahasa modern, Kawan, keadaan ini disebut trauma.

(Maryamah Karpov, hal. 204)

Kawan, jika anda ingin menemukan jawaban tentang mimpi-mimpi Lintang si genius yang terpaksa putus sekolah karena terbentur masalah biaya (Laskar Pelangi)….bacalah Maryamah Karpov…

Jika anda ingin menemukan jawaban mimpi-mimpi Arai dalam meraih cinta si Perempuan Saraf Tegang, Zakiah Nurmala binti Berahim Matarum (Sang Pemimpi)… Temukanlah jawabannya di Maryamah Karpov…

Sedangkan bagaimana ending dari pencarian dan penantian Ikal akan kehadiran A Ling….(Edensor) duh..kawan…gak tega diriku mengatakannya…. Baca ajalah..Maryamah Karpov. Hiks…..hiks…hiks….

Terlepas dari apakah Tetralogi Laskar Pelangi termasuk novel fiksi atau non fiksi, dan saya gak perduli dengan polemik yang muncul ke permukaan tentang itu. Yang jelas…Tetralogi Laskar Pelangi benar-benar buku yang ‘bergizi’, begitu kata Haidar Bagir dan Hernowo dalam buku “Laskar Pelangi The Phenomenon” yang ditulis Asrori S. Karni, seorang penulis muda penuh talenta yang memenangkan penghargaan jurnalistik tertinggi Indonesia Mochtar Lubis Award 2008, kategori Layanan Publik (Public Service).

Buku bukanlah benda mati, tapi seperti makhluk hidup yang bisa membuat sedih, semangat, tertawa atau termenung… begitu kata Andrea Hirata. Buku bergizi itu adalah buku yang mampu menggerakkan pikiran.” (Laskar Pelangi The Phenomenon, hal. 53)

Tetapi saran saya kawan, jangan pernah baca Tetralogi Laskar Pelangi di tempat terbuka and sendirian. Ssst….ntar ada yang mengira anda sinting lo… ho..ho…ho….!!

Selengkapnya...

17 Februari 2009

Ponari: Kisah Dongeng di era Digital ?


Dahulu kala di sebuah desa tinggallah seorang anak laki-laki bersama orang tuanya. Pada suatu hari anak tersebut menemukan sebuah benda ajaib berupa batu yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Akhirnya dengan batu itu si bocah menjadi kaya raya.

Ungkapan-ungkapan seperti itu cenderung selalu kita temukan dalam dongeng menjelang tidur ketika kita masih kanak-kanak. Tetapi di abad 21 ini, disaat segala sesuatu serba digital dan mobile kisah itu muncul kepermukaan dalam kemasan reality show from…Jombang...


Beberapa bulan yang lalu, Jombang hampir setiap hari muncul dalam pemberitaan di televisi dengan kasus kriminal yang dilakukan Ryan. Beberapa hari terakhir ini kembali Jombang menjadi pembicaraan dengan munculnya bocah fenomenal Ponari dengan batu ajaibnya. Sejenis batu apung yang mampu menyembuhkan berbagai penyakit, hanya dengan mencelupkannya ke air dan meminumkan air tersebut ke orang yang sakit.
Fenomena Ponari telah mengundang berbagai ‘orang-orang pinter’ di negri ini untuk menganalisa berbagai reaksi masyarakat yang muncul. Para ahli medis mengatakan bahwa sistem pengobatan Ponari tidaklah higienis, para sosiolog berargumentasi pola pikir masyarakat kita masih doyan dengan praktek perdukunan, sebahagian lagi menyebutkan dengan rentetan antri yang mencapai beberapa kilometer telah menunjukkan betapa masyarakat belum mendapatkan layanan pengobatan murah yang semestinya dari pemerintah, juga betapa dunia kedokteran belum mampu mendeteksi penyakit yang justru bersama Ponari mereka menemukan kesembuhan itu. Walah, setiap hari muncul 1001 malam argumentasi. Tetapi apapun komentar mereka, toh yang datang ke Ponari dengan penuh keyakinan bahwa ia dapat menolong kesembuhan mereka…ya mendapatkan kesembuhan itu dan yang datang hanya sekedar ingin membuktikan dan coba-coba justru mendapatkan kekecewaan.
Akan tetapi, ada satu pemikiran yang muncul di benak saya yang awam ini kawan. Segala sesuatu yang terjadi pada Ponari tidak akan terjadi tanpa ‘izin’ dari Yang Maha Kuasa. Satu ‘kemampuan’ yang IA titipkan pada Ponari telah membawa berkah bagi orang-orang disekelilingnya. Bukan hanya buat pasien yang berhasil disembuhkannya, tetapi Ponari telah kebagian rezeki jutaan setiap hari (padahal ia tidak menentukan tarif tertentu dalam pengobatannya), belum lagi mesjid di desanya juga menampung zakat 20% dari sumbangan masyarakat yang telah berobat, masyarakat di sekelilingnyapun juga kebagian berkah dengan mendapat omset ratusan ribu sehari hanya dengan berdagang air putih. Bayangkan, SATU KEMAMPUAN yang dititipkanNYA kepada seorang bocah desa bernama Ponari telah menumbangkan berbagai teori perbaikan perekonomian masyarakat kecil versi pakar ekonomi kita. Jadi bisa dimaklumi ketika mereka rada protes ketika praktek Ponari ditutup. Karena mereka sangat merasakan berkah dari kehadiran seorang Ponari. Cuma cian juga Ponarinya, jadi kehilangan dunia kanak-kanaknya.
(Dari peristiwa ini sungguh DIA telah menunjukkan betapa ilmu manusia sangat terbatas untuk memecahkan rahasia ilmu NYA. Bukankah tidak ada sesuatupun terjadi di dunia ini tanpa perhitunganNYA ? Sungguh hikmah hanya diperoleh bagi orang-orang yang beriman dan berpikir.)
Namun setelah praktek Ponari ditutup. Keyakinan masyarakat yang masih mendambakannya melebar tidak terkedali. Air sumur disekitar rumah ponari bahkan saluran got/comberan rumahnyapun jadi sasaran image keajaiban itu. Walah…walah…apakah karena pola pikir yang sedemikian rupa ini juga yang membuat bangsa ini dulu pernah dijajah Belanda 350 tahun dan dijajah Jepang 3,5 tahun ? Entahlah….!!!
Kemarin saya menerima email dari seorang sahabat yang mengirimkan gambar seperti yang saya lampirkan di atas. He he he…. Gimana ya kira-kira apabila di Supermarket-supermarket muncul soft drink seperti itu ? Apakah akan muncul juga antrian panjang seperti di Jombang ? Aih.. gak kebayanglah….. Hayooo yang berminat ngaku…. !! Ha ha ha...

Selengkapnya...

15 Februari 2009

PP 74/2008 Angin Segar Buat Guru Yang Belum S1

Ketika film Laskar Pelangi booming di pelosok negri ini menjelang akhir tahun lalu, begitu banyak segmen acara televisi yang membahas dan mengupas tuntas film ini. Salah satunya adalah Metro TV. Ingat betul saya ketika itu, narasumber adalah Pak Sudibyo, Mendiknas kita. Dengan ringannya beliau berkata yang intinya antara lain: “Tokoh Ibu Muslimah adalah tokoh guru yang professional. Untuk menjadi professional tidak harus selalu Sarjana.” (ketika itu dihati langsung ngomong…. Lo…..kok baru sekarang bilang begini Pak ? He..he..he…)
Bagi saya komentar itu sangat kontradiktif jika dibandingkan dengan tuntutan professional versi sertifikasi guru, yang mengutamakan harus S1. Jika anda belum S1, maka akan kehilangan access untuk disertifikasi. Sehingga jangan heran jika muncul bisnis S1 yang serba instan. Itulah salah satu potret pendidikan kita, yang masih mengedepankan ijazah dan menomor duakan kwalitas, terutama kwalitas kerja di lapangan...


Akan tetapi dengan digulirkannya PP 74 tahun 2008 tentang guru, ada angin segar yang muncul. Guru yang telah mengabdi lebih dari 20 tahun, sekalipun belum S1, memiliki peluang untuk disertifikasi. Walaupun program ini baru ditujukan untuk guru yang telah berusia mencapai 50 tahun, ya syukurlah….akhirnya kesempatan itu datang juga pada mereka. Saya jadi teringat pada guru-guru saya juga rekan sejawat yang mereka tidak sarjana, tetapi dimata saya ada beberapa diantara mereka yang professional dan lebih loyal dalam menjalankan tugas jika dibandingkan dengan yang sarjana.
Point penting dari PP 74/2008 tentang guru antara lain:
Pasal 66 :
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Guru Dalam Jabatan yang belum memenuhi Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV, dapat mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik apabila sudah:
a. mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 (dua puluh) tahun sebagai Guru; atau
b. mempunyai golongan IV/a, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.
( Sumber : PP RI No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru )

PP 74/2008 Tentang Guru ini sudah selayaknya dibaca dan dipelajari bukan hanya oleh guru, tetapi juga Calon Guru. Karena ada beberapa poin tertentu yang berhubungan dengan calon guru. Jangan sampai selesai kuliah anda kecewa dengan status yang tidak jelas, terutama yang kuliah di perguruan tinggi swasta. Untuk selengkapnya PP 74/2008 Tentang Guru dapat anda download di http//www.ditpropen.net/index.php dalam bentuk file Pdf dengan kapasitas 238 KB.
Selengkapnya...

10 Februari 2009

Kemasan Makanan Sebagai Media Pembelajaran


Media pembelajaran adalah salah satu poin yang mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Karena media pembelajaran berfungsi sebagai perantara atau pengantar sumber pesan (tenaga pendidik) kepada penerima pesan (peserta didik). Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua objek dapat disajikan kepada peserta didik. Salah satu manfaat dari penggunaan media pembelajaran ialah memungkinkan adanya interaksi langsung peserta didik dengan lingkungannya (sesuai dengan nilai falsafah CTL/Contextual Teaching Learning).

Jika kita bicara mengenai media, maka tidak sedikit tenaga pendidik di Pangkalan Brandan dan sekitarnya merasa kesulitan. Alasannya terbentur masalah dana. Padahal media pembelajaran tidak harus sesuatu yang mahal. Media dapat dibuat dengan biaya rendah atau bahkan gratisan. Alias menggunakan barang bekas. Salah satunya adalah kemasan makanan.

Kemasan makanan terkadang menjadi sampah yang sia-sia. Tetapi sebahagian dari benda-benda tersebut ada yang dapat kita manfaatkan sebagai media pembelajaran. Terutama bagi tenaga pendidik yang mengajar bahasa Inggris di tingkat SMP/MTs.

Salah satu diantara lima genre (Descriptive, Narrative, Recount, Report and Procedure) yang dituntut dalam standard Isi Bahasa Inggris untuk siswa di kelas 7 dan 9 adalah Procedure (Teks Prosedur). Banyak kemasan makanan yang menampilkan informasi sesuai dengan Rhetorical Steps (Langkah-langkah Retorika) yang dituntut dalam sebuah teks prosedur (Goal, Material and Steps) dan terkadang langkah-langkah tersebut tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia, tetapi juga bahasa Inggris bahkan ada juga yang dilengkapi bahasa Arab (3 bahasa).

Untuk mendapatkan media ini, kita dapat menginstruksikan kepada peserta didik untuk mencari disekitar tempat tinggalnya dan harus yang sudah digunakan isinya (jadi bukan tenaga pendidik yang mencarinya). Langkah ini memotivasi anak untuk peduli dengan lingkungannya dan menanamkan nilai-nilai ‘penemuan’ dan ‘penelitian’ (sesuai falsafah pendekatan inquiri). Anak didik akan berlatih mengidentifikasi kemasan makanan yang memenuhi kriteria yang diharapkan, karena tidak semua kemasan makanan layak pakai untuk digunakan sebagai media pembelajaran pada genre procedure. Beberapa kemasan yang dapat digunakan adalah kemasan mie instan, agar-agar powder, cereal, soft drink, dll. Kemasan makanan ini sesuai untuk kelas tujuh, tetapi untuk kelas sembilan kita dapat menggunakan petunjuk manual dari beberapa alat elektronik sebagai penyesuaian tingkat kesulitan kosa kata.

Jika kita menggunakan media ini, maka dapat dipadu dengan metode diskusi, berlitz, CTL dan tentu saja model pembelajarannya adalah Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperative). Mengenai pendekatannya yang paling ideal Pendekatan Inquiri (sebahagian orang berpendapat inquiri adalah metode… tapi ya gak perlu diperdebatkanlah, yang pentingkan nilai-nilai aktualisasinya….he he he….). Sedangkan life skill yang dilatih bisa speaking atau writing. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap terintegrasi keempat kecakapan hidup tersebut (listening, speaking, reading and writing). Selamat mencoba….!!

Selengkapnya...

9 Februari 2009

Canda Ala Sufi


Setiap orang pasti memiliki sense of humor, seserius apa pun orang tersebut. Akan tetapi setiap individu memiliki style masing-masing dalam hal ini. Ada yang begitu mudah tertawa terbahak-bahak jika menonton film-film ala Warkop atau komik Petruk Gareng, tapi ada juga yang tidak doyan dengan film dan komik gituan, ada yang baru lihat tampang Upin and Ipin aja sudah senyam-senyum sendiri (seperti saya, he he he)…..ya gitu lah….. Many man …. many mind…

Tetapi ada satu lelucon atau humor yang menurut saya yang rada unik dan saya doyan banget. Itu lo Canda ala Sufi. Sebuah humor yang berhasil memadukan unsur filsafat yang semua orang pasti akan bilang.. wuih…serius uiy… dengan unsur lelucon yang pasti semua orang akan bilang…nyantai dulu yuuk… Aih kok kayak judul blog yang saya ikuti ya ? hi hi hi….

Buku ini adalah buku terjemahan. Judul aslinya Nawadhir Juha al-Kubra karya Nashirudin. Diterjemahkan oleh Muhdor Asegaf dan telah mengalami beberapa kali cetak ulang

Buku Canda ala Sufi menampilkan seorang tokoh sentral yang bernama Nasruddin… Ini saya kutip salah satu episode dari buku tersebut, tapi versi Inggrisnya ya… Sekalian saya melatih Inggris saya yang rada ancur… he he he:

An old man died and left his son a lot of money. But the son was a foolish young man, and he quickly spent all the money, so that soon he had nothing left. Of course, when that happened, all his friend left him. When he was quite poor and alone. He went to see Nasreddin, who was a kind, clever old man and often helped people when they had trouble.

“My money has finished and my friend have gone,” said the young man. “What will happen to me now ?”

“Don’t worry, young man,” answered Nasreddin. “Everything will soon be all right again. Wait and you will soon feel much happier.”

The young man was very glad. “Am I going to get rich again then ?” he asked Nasreddin.

“No, I didn’t mean that,” said Nasreddin. “I meant that you would soon get used to being poor and to having no friends”.

Ha ha ha…. Gimana…temans ? Ya..ya..ya…. pasti ada yang tertarik dan tentu aja ada yang gak tersentuh selera humornya. Tapi barangkali ada yang sudah berulang kali mengkhatamkan buku Canda ala Sufi ini…seperti saya lagi….

Nah buat teman-teman yang selalu mobile… jangan khawatir Canda ala Sufi tersedia dalam bentuk e-book dengan versi Bahasa Indonesia. Silahkan di download di jowo.jw.lt (terimakasih buat yang telah menginfokan link ini ke saya), melalui handphone anda. Gak mahal kok, kapasitasnya aja Cuma 126 KB. Jadi kalo Rp 1/KB atau Rp 4/KB…. Maka.. hayoo… apakah anda akan bilang biayanya mahal ?.... Nah, jadi kalo lagi BT….dimanapun posisi anda, aktifkan saja HP…terus…baca tu Canda ala Sufi…. Dijamin… masalah belum tentu selesai… ha ha ha…

Have enjoy your nice time…!!

Selengkapnya...

6 Februari 2009

Mengapa Mereka Berbeda ?



“Heran saya, anak sekarang kok gak kayak anak dulu. Anak sekarang susah diatur, selalu membantah kalau dikasi tau”.
Ungkapan seperti ini selalu kita dengar sehari-hari. Baik itu dinyatakan oleh orang tua di rumah atau tenaga pendidik di sekolah, bahkan mungkin dijalan-jalan oleh masyarakat umum yang berlalu-lalang, termasuk kadang oleh saya sendiri….he..he..he..!

Mengapa mereka berbeda ? Mungkin karena mereka terlahir dan dibesarkan dalam era yang berbeda dengan kita dulu, sehingga godaan yang mereka hadapi jauh banget dengan godaan yang kita alami dulu di masa kanak-kanak dan ABG kita, seperti:
1. Setiap hari mereka dihipnotis dengan acara televisi yang ‘aneh-aneh’ dari berbagai cannel. Sietron lagi..sinetron lagi… dengan bahasa yang begitu tidak nyaman ditelinga. (sebahagian besar)
Kalaupun ada televisi yang minus segmen sinetronnya, ya gak bakal mereka tontonlah ! Kenapa ? Mungkin karena ortunya nonton sinetron juga kali ye ? he he he…

2. Dinamika Alat Komunikasi yang Serba Mobile
Kalau dulu Handphone sebagai sebuah kebutuhan, maka sekarang sudah menjadi Life Style. Ya gaya hidup bagi sebahagian orang. Dan ‘wabah’ life style ini pun merambah generasi kita yang masih dibangku SMP dan SMA bahkan di SD juga. Sayangnya mereka menggunakan perangkat tersebut tanpa kontrol dari orang tua. Mungkin karena lebih mahir mereka menggunakan perangkat tersebut dari pada ortunya kali ye?...he….he…he…
Ada sebuah kisah menarik yang pernah saya alami. Seorang wali murid meminta tolong pada saya untuk menyita handphone milik anaknya. Waktu itu saya bengong…..lho kok ? setidaknya begitulah pertanyaan yang muncul di hati. Haruskah saya menyita handphone seorang siswa tanpa alasan yang jelas ? Tahukah anda mengapa beliau begitu ? Karena beliau sudah kehabisan akal menghadapi ‘keanehan’ sikap anaknya sejak memiliki handphone. Lalu saya tanya: “Memangnya dulu siapa yang memberikan handphne itu kepada anak anda ?” Jawab wali murid tersebut….. “Ya saya sendiri Bu….”
Nah lo ? Ternyata sumber masalah justru diri sendiri kan ?

3. Internet.
Kalau dahulu akses internet hanya dapat dilakukan ditempat-tempat tertentu dan kalangan tertentu, tetapi sekarang siswa SD pun sudah keranjingan ke warnet. Tahukah ortu mereka apa yang diakses anak-anak mereka di warnet ?

Tiga point di atas hanyalah sebahagian kecil dari ‘godaan hidup’ yang mau gak mau harus mereka hadapi. Juga ketiga point tersebut adalah bagian dari perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Mampukah mereka menghadapi semua ‘godaan’ itu tanpa back up dari orang dewasa di sekelilingnya?
Teknologi tidak bisa kita hindari dan kita cegah. Akan tetapi dampak negatifnya mungkin dapat diminimalisir, jika kita sebagai orang dewasa juga bersedia memperbaiki prilaku kita yang mungkin justru jadi sumber masalah mereka. Selain itu ya…karena mereka begitu cepat ‘bersinggungan’ dengan dunia ICT, maka kitapun harus memahami dunia itu juga. Paling tidak supaya balance aja. Sehingga kita dapat mendekatkan sisi positif dari ICT dan mencampakkan sisi negatifnya dari mereka.

Untuk yang belum menjadi orang tua (seperti saya..he he he..), tahukah anda bahwa ada sekolah untuk menjadi orang tua? Gak perlu pakai biaya untuk bersekolah di situ. Anda tinggal mengakses ke www.sekolahorangtua.com. Mudahkan ? Jika anda telah mempunyai email account ya silahkan registrasi. Maka anda akan dikirimkan artikel-artikel menarik untuk menjadi orang tua yang apik. So cucok bangetkan buat yang belum jadi orang tua ?... ha ha ha… Apalagi buat yang udah jadi orang tua beneran. Tapi jangan lupa….apapun makanannya minumnya tetep ….alah kok jadi ngawur…. Maksudnya apapun medianya ….. Rumah tetap sebagai madrasah nomor satu….!!
Selengkapnya...

3 Februari 2009

Mempersiapkan Diri Menghadapi Sertifikasi Guru


Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan program Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Penilaian Porto Folio (dimulai tahun 2006) dan Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan (dimulai tahun 2008), walaupun saya tidak begitu yakin benarkah program ini cukup efektif dan efisien ? Tapi ya namanya juga usaha… gak pa-pa lah…hiks…!!

Fenomena yang muncul di kota kecil seperti Pangkalan Brandan dan sekitarnya dalam menyikapi kebijaksanaan ini cukup unik. Setidaknya dimata orang awam seperti saya. Tenaga pendidik yang belum terdaftar dalam waiting list…sibuk ingin segera didaftarkan, sedangkan tenaga pendidik yang namanya sudah masuk dalam daftar waiting list, pada heboh pengen segera dipanggil, lalu yang sudah dipanggil untuk mengumpulkan porto folio dan harus menyerahkannya ke Dinas atau Depag setempat…eh… malah stress mikirin porto folio yang gak kelar-kelar and gak gitu paham nyusunnya. Yang lebih tragis lagi, yang sudah menyerahkan porto folio dan menerima hasil seleksi portofolio jadi stroke ketika harus menjalani Diklat/PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Walah….walah….!!

Temans, disini saya ingin membagi sedikit tips agar kita bisa terhindar dari berbagai kondisi gak nyaman seperti yang saya sebutkan di atas. Semoga tips ini dapat membantu anda.

1. Pelajari Buku Panduan.

Ada 2 Buku Panduan yang harus anda baca dan pelajari. Yang pertama Buku 3 (Pedoman Penyusunan Porto Folio) dan Buku 4 (Pedoman Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Penilaian Porto Folio). Buku ini dapat anda download di www.sertifikasiguru.org. (Namanya juga buku petunjuk..dijamin tidak menyesatkan..he he he..). Selagi anda masih doyan membaca (kecuali anda ogah bacanya…ya mo bilang apa ?), Insya Allah buku itu sangat membantu.Emang sih itu buku elektronik (e-book), tapi masih bisa diprint lo, gak diprotec amat. Please dech jangan pernah bilang…. “Gak ada computer dirumah”… Rental computer beselemak peak di setiap pelosok Negara ini, termasuk Pangkalan Brandan. Bukankah “Where is the will, there is the way ?”

2. Biasakanlah Mendokumentasikan File-file Penting Anda.

Seorang tenaga pendidik harus mampu mendokumentasikan file-file penting pribadinya. Susunlah file-file tersebut secara berurutan menurut jenis kegiatan dan tahun pelaksanaannya. Terserah anda apakah ingin menyusun dari yang terbaru sampai yang terlama atau kebalikannya. Lakukanlah yang nyaman menurut cara kerja anda dan tentu saja tidak memusingkan anda jika mencarinya.

3. Identifikasi 10 Komponen Porto Folio

Ketika anda menyusun porto folio ada 10 komponen yang harus anda lengkapi, yaitu:

1. Kualifikasi Akademik

2. Pendidikan dan Pelatihan

3. Pengalaman Mengajar

4. Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran

5. Penilaian dari Atasan dan Pengawas

6. Prestasi Akademik

7. Karya Pengembangan Profesi

8. Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah

9. Pengalaman Organisasi

10. Penghargaan Yang Relevan dengan Bidang Pendidikan

Di sini tidak saya uraikan satu persatu….sengaja…supaya anda mau membaca buku petunjuk yang saya sebutkan pada point 1… he he he….

Identifikasilah bukti pisik yang anda miliki sesuai sepuluh komponen tersebut. Kemudian susun menurut jenisnya/komponennya (kasi pembatas menurut nomor urut komponen). Jangan lupa untuk komponen no 2 dan 8 lampirkan yang asli juga. Ya kebijaksanaan ini diambil pemerintah akibat dari banyaknya kecurangan yang dilakukan tenaga pendidik yang disertifikasi pada tahun 2006 dan 2007. Hiks…hiks….hiks….fenomena yang sungguh mengenaskan temans….

4. Lengkapi (isi) Format Porto Folio.

Isilah format Porto Folio sesuai bukti pisik yang anda miliki. Jika bukti pisik telah disusun dengan rapi menurut nomor urut komponennya, maka nyamanlah memasukkan datanya ke format porto folio. Jika masih bingung, buka dan pelajari lagi buku petunjuk.

Tapi ingat…. Isilah format porto folio setelah anda benar-benar dipanggil pihak terkait (Dinas atau Depag setempat) untuk menjalani proses sertifikasi. Karena di Negara ini setiap menit bahkan detik ‘aturan main’ dapat berubah.

5. Please….be honest….!!

Nah ini neh yang rada repot. Tapi disinilah puncak uji nyali itu temans. Haruskah kita menggadaikan kejujuran hanya karena iming-iming ‘tunjangan professi’ ? Melengkapi bukti pisik apa adanya membuat hidup lebih tentram dari pada ‘merekayasa’ semua itu. Ya isilah porto folio dengan data sejujur-jujurnya. Ingat kata Opick dalam salah satu dendangnya……”Tak Ada Dusta Diri yang Tak Terhakimi…” Aih..aih..aih…..hidup gak Cuma sekali lo… Ada kehidupan hakiki setelah kehidupan di dunia ini. (Wow…serius bo’….)

6. Gak Perlu Phobia dengan PLPG.

PLPG/Diklat bukanlah sesuatu yang menakutkan. Diklat/PLPG is the same with back to school. So what gitu loh ? Anda dapat mempersiapkan diri dari sekarang dengan menjalankan tugas sesuai prosedur yang sebenar-benarnya. Try to be better step by step and day by day. Jangan pernah merasa lelah mempelajari management pembelajaran. Memang sungguh beruntung orang yang menemukan keasyikan dalam belajar. (dan ‘rasa’ ini gak bisa dibeli lo, gak kayak rasa strawberry… he he he…)

7. Gunakan Prinsip 3M

Gak perlu pusing harus memulai dari mana. Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang terkecil dan mulai sekarang juga. Don’t wait tomorrow….

8. Jangan Lupa Do’a

Ini mungkin yang sering terlupakan. Berdoalah kepada Yang Maha Kuasa supaya kita diberi kemudahan untuk menyelesaikan segala pekerjaan. Ingatlah: Inna ma’al ‘usri yusro. (Q.S. 94;6)

Alhamdulillah…semua tips yang saya sebutkan di atas sudah saya jalani. Seperti kata Rasulullah….. “Ibda’ bi nafsih….” Ya mulailah dari diri sendiri.

Kepada seluruh tenaga pendidik dimanapun anda berada:

Bekerja Keras

Bekerja Tangkas

Bekerja Cerdas…dan…

Bekerja Ikhlas…

(yang terakhir yang rada suse kali ye ? Tapi bukan berarti gak mungkin kan ? He he he…)

Selengkapnya...