MOHON MAAF, PELAWISELATAN DOT BLOG SPOT DOT COM SEDANG DALAM PROSES RENOVASI. HARAP MAKLUM UNTUK KETIDAKNYAMANAN TAMIPLAN. Semoga Content Sharing Is Fun Memberikan Kontribusi Positif Bagi Pengunjungnya. Semua Artikel, Makalah yang Ada Dalam Blog Ini Hanyalah Sebagai Referensi dan Copast tanpa menyebutkan Sumber-nya Adalah Salah Satu Bentuk Pelecehan Intelektual. Terimakasih Untuk Kunjungan Sahabat

13 Januari 2011

Buku Bergizi; La Tahzan for Teacher




Bagi anak berkebutuhan khusus, model pendidikan inklusif memberikan rasa hormat dan kebanggaan pada diri sendiri, sedang bagi anak normal, pendidikan inklusif mengajarkan mereka bersyukur dan menerima perbedaan. Semua siswa, termasuk juga gurunya, jadi memiliki kesempatan memperkaya hati, tentu bila guru dapat mengarahkannya dengan baik.

Kalimat diatas dikutip dari buku La Tahzan for Teacher pada halaman 6 yang ditulis oleh dua orang guru muda yaitu Ibu Irmayanti dan Gita Lovusa. Saya merasa ‘tertampar’ dengan pernyataan “…memiliki kesempatan memperkaya hati…”

Kalimat-kalimat tersebut mengingatkan saya pada sebuah kelas di madrasah tempat saya tugas. Di kelas ini siswanya beraneka ‘warna’. Ada seorang siswa perempuan yang perkembangan kognitif dan afektifnya jauh tertinggal dibandingkan dengan perkembangan seks-nya (gaya bicaranya pun seperti anak autis). Ada siswa yang emosinya cenderung tidak terkendali gampang merampang (marah membabi buta tidak perduli siapa dihdapannya). Ada juga siswa yang banyak bicara tetapi tidak mampu ‘mendengar’ dengan baik, sehingga sering menimbulkan salah paham tidak hanya dengan teman-temannya, tetapi juga dengan guru, tentu saja semuanya akan berakhir dengan keributan. Huufff…itu baru sebahagian. Jadi jangan heran jika guru yang masuk di kelas ini bakal mendendangkan ‘lagu’ complain yang berkepanjangan. Mungkin kondisi-kondisi seperti inilah yang tidak pernah didiskusikan di Perguruan Tinggi tempat calon tenaga pendidik dipersiapkan, sehingga begitu ‘turun gunung’, banyak tenaga pendidik yang jadi stress dalam menghadapi keaneka ragaman ‘warna’ tersebut.

La Tahzan for Teacher merupakan salah satu buku ‘bergizi’ yang perlu ‘dikonsumsi’bukan saja oleh guru tetapi juga oleh orang tua. Karena pada dasarnya guru adalah orang tua siswa di sekolah (walaupun terkadang banyak guru yang tidak dapat menganggap murid sebagai anaknya di sekolah), apalagi yang memang orang tua yang telah diamanahkan anak. Selain itu problem yang dimunculkan dalam buku ini berdasarkan kisah nyata yang dialami penulis.

Beberapa ‘keunikan’ anak dan fenomena kelas/sekolah yang kadang terabaikan yang dimunculkan dalam buku ini antara lain:
1. Doni, siswa dengan kondisi emosi yang tidak stabil, terkadang mengamuk di kelas tanpa sebab yang jelas.
2. Rahmi, siswa yang tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, sehingga cenderung sering menyakiti diri sendiri dengan menyilet bagian tubuhnya.
3. Ferro, siswa yang harus ‘bertekuk lutut’ dengan ambisi orang tua.
4. Herman, siswa yang ‘biasa-biasa’ saja dari segi kognitif, tetapi memiliki kecerdasan interpersonal yang patut diperhitungkan (inilah kecerdasan anak yang kadang diabaikan guru)
5. Arlan Soebarna, siswa yang memiliki kecerdasan verbal (banyak omong dan jago berbalas pantun), tetapi banyak guru yang dibuatnya BT karena sering nyeletuk ketika guru mengajar.
6. Siswa-siswa yang telah terlibat dengan seks bebas
7. Menumbuhkan jiwa kepemimpinan pada anak
8. Kepercayaan yang jarang diberikan guru kepada siswa.

Khusus poin ke delapan, saya sempat terpaku membaca bagian ini. Yaitu pada kutipan-kutipan kalimat yang diambil dari film Kungfu Panda, seperti:

You’re not my teacher. You don’t even believe me
To make something special, you just have to believe that it is special


Sebelumnya saya sudah menonton film ini. Ketika itu saya sempat senyum-senyum dan manggut-manggut menyadari betapa film ini sarat dengan nilai-nilai pendidikan. Namun manggut-manggut saya ketika itu semakin menemukan ‘klik’-nya setelah membaca buku ini. Ya…trust… kepercayaan itu adalah salah satu modal membangkitkan kreatifitas siswa. Bagaimana mungkin mereka ‘nyaman’ melakukan sesuatu jika kita tidak mempercayainya…?

Masih banyak lagi problem-problem yang sering kita jumpai di lingkungan sekolah, dimana problem itu terkadang kita selesaikan dengan cara yang tidak bijak (termasuk saya sendiri, pengakuan dari lubuk hati terdalam. Hiikkss) yang dihadirkan dalam buku ini. Problem yang terkadang sekolah tidak memiliki cukup waktu untuk menyelesaikannya. Seperti yang dinyatakan penulis pada halaman 16:

Sayangnya, sekolah bukanlah tempat yang terlalu ramah pada anak. Kurikulum padat, dan guru harus berkejaran dengan waktu karena semua harus selesai untuk Ujian Nasional. Tak banyak waktu tersisa untuk memperhatikan anak didik, mencari akar masalah mereka, mengobati luka yang menganga. Padahal anak-anak ini manusia.

Pada halaman 147 penulis selaku guru ‘muda’ memaparkan apresiasinya terhadap guru ‘tua’. Pada bahagian ini saya senyum-senyum membacanya, terutama pada pernyataan:

Jadi ingat heboh sertifikasi guru kemarin. Lama mengajar merupakan komponen kedua yang dinilai setelah gelar sarjana. Makin lama mengajar, makin besar poinnya. Tentu kesempatan jadi certified teacher yang (katanya) mumpuni dan sejahtera juga makin lebar. Kenapa begitu, ya? Hmm…, mungkin karena makin lama mengajar, kualitas guru jadi makin bagus.

Begitukah?

Mungkin saja sih. Tapi ingatkah kita pada sosok guru yang makin sulit didebat, makin sok tau, dan makin membosankan saja setiap dia masuk kelas? Bukankah biasanya guru demikian adalah guru yang ‘lama’ mengajar, yang dibilang banyak pengalaman?

Tentu saja usia muda tak berarti selalu baik. Kadang ‘muda’berarti mentah, emosional, dan mengedepankan ego. Kadang juga bertindak serampangan dan kurang pertimbangan. Sementara, kita banyak menemui guru tua yang makin lama makin berisi, setidaknya mereka mendukung perubahan dan angin baru di dunia pendidikan tanpa kecurigaan dan apatisme.

Ah, usia.

Usia yang bertambah memang bisa menunjukkan kematangan dan kebijaksanaan. Tapi, usia yang bertambah juga bisa mengikis idealism, mematikan antusiasme, dan menghilangkan kreatifitas. Ah, akankah hal itu terjadi pada saya, pada Chaerul, dan banyak guru lainnya? Akankah?

Setelah membaca bagian ini, tiba-tiba saja saya teringat pada diri sendiri. Walaupun saya tidak pernah merasa ‘tua’ (aih…gejala tidak tau diri kah ini..? ‘Ntahlah… he he he), tetapi setidaknya saya lebih tua dari penulis buku ini. Berdasarkan apa yang mereka paparkan, kok saya merasa mereka lebih bijaksana dari saya. Apakah saya termasuk orang yang merugi (Q.S Al-‘Ashr) ? Ya Robb, jangan biarkan aku menjadi hambaMu yang merugi.

Pada halaman 163 penulis juga mengajak guru untuk berlapang dada jika apa yang sudah diupayakannya tidak bersambut dengan baik. Untuk kasus ini penulis mengangkat kejadian-kejadian sederhana yang sering kali muncul di kelas dan sesering itu juga menjadi akar ‘konflik’ antara guru dan murid hanya karena guru tidak mampu berlapang dada. Topik ini sangat menarik, karena saya sendiri terkadang terlibat dalam ‘konflik’ tersebut. Misalnya saja ketika guru mengajar ada siswa yang keluar kelas dan makan di kantin. Tidak hadir dengan alasan yang tidak layak, seperti membantu orang tua menyuci. Kejadian-kejadian ini menunjukkan betapa guru tidak mampu ‘bersaing’ dengan ‘keadaan-keadaan’ seperti itu.
Untuk kasus ini saya jadi teringat dengan soal ujian semester ganjil kemarin. Untuk menguji kompetensi siswa dalam mengeluarkan pendapat saya membuat soal dengan redaksi:

What do you think of your school ?

Ketika mengoreksi lembar jawaban, salah seorang siswa saya menjawab begini:

Bad. If rain banjir. Sorry my teacher but it is my opinion.

Waktu itu saya tertawa sendiri membacanya (saat mengetik kalimat ini pun saya senyam-senyum). Inggris-nya itu lo. Perasaan tidak pernah mengajarkan struktur kalimat seperti itu, tetapi itulah ‘struktur kejujuran’. Ha ha ha… dan saya harus berlapang dada. Saya beri anak ini nilai sempurna untuk poin soal tersebut.

Yang paling menarik dari buku ini adalah penulis memberikan ulasan psikologi dalam menghadapi kasus-kasus yang disajikan. Jadi benar-benar menambah wawasan pedagogik seorang guru dalam menghadapi dinamika di lingkungan sekolah. Sangat bermanfaat bagi guru BP.

Hanya saja karena buku ini diangkat dari kisah nyata yang dialami penulisnya, walaupun dibarengi dengan tinjauan psikologis, tetapi tidak menyajikan bagaimana ‘hasil terapi’ yang telah mereka lakukan pada berbagai ‘kejadian-kejadian unik’ yang mereka alami itu. Sehingga terkesan ‘kedahsyatan’ kajian psikologis tersebut baru sebatas level ‘teoritis’ belum menyentuh level ‘praktis’. Bisa jadi saya yang keliru menafsirkan, karena setelah membaca buku ini, hati kecil saya berteriak…. I’M A BAD TEACHER…!

Namun secara keseluruhan, seperti yang saya nyatakan di bagian awal tulisan ini, La Tahzan for Teacher merupakan salah satu buku ‘bergizi’ yang perlu dibaca oleh tenaga pendidik dan orang tua. Salam hormat buat kedua penulis buku ini. Tenaga Pendidik muda tetapi memiliki aura ‘pencerah’.
Selengkapnya...

11 Januari 2011

Penelitian Deskriptif - Penelitian Kebijakan


PENELITIAN DESKRIPTIF – PENELITIAN KEBIJAKAN
Oleh: Sri Rahayu

M A K A L A H

A. PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan zaman, tatanan kehidupan manusia pun melaju dengan dinamis. Tatanan kehidupan modern (modern life order) memungkinkan munculnya berbagai konsep penelitian yang bersinergi dengan berbagai gejala kehidupan modern tersebut dengan serasi.

Berbagai fenomena kebijakan yang diterapkan oleh para pengambil kebijakan (policy maker) telah memungkinkan bersandingnya konsep penelitian dan kebijakan itu dalam suasana yang harmonis. Kerja penelitian yang dilakukan hanya untuk tujuan pengembangan ilmu di ruangan kosong adalah sia-sia, terutama penelitian terapan yang berajangkan prilaku kehidupan, terutama pada prilaku manusia dengan segala efeknya. Dinamika pembangunan dan teknologi telah menimbulkan dua sisi yang berlawanan; positif dan negatif. Hal ini berdampak luas terhadap pola prilaku pembuat dan pelaksana kebijakan, terutama dalam tatanan gejala sosial yang muncul ke permukaan.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa para peneliti gejala sosial ini sering dianggap sebagai pengganggu atau perusak citra oleh pembuat kebijakan, mereka hanya mampu menyalahkan kebijakan pemerintah tanpa menawarkan alternatif solusi. Dewasa ini, penelitian dan kebijakan telah menjelma sebagai field of study yang disebut dengan Penelitian Kebijakan. Proses kerjanya merujuk pada proses kerja penelitian pada umumnya.

Makalah ini akan membahas tentang Penelitian Kebijakan secara umum. Namun agar pembahasan tidak melebar maka penyusun memberikan batasan-batasan sebagai berikut:

1. Pengertian Penelitian Kebijakan
2. Urgensi dan Fokus Penelitian Kebijakan
3. Karakteristik Penelitian Kebijakan.
4. Metode Penelitian Kebijakan.
5. Naskah Kebijakan (Police Paper).
6. Penutup (kesimpulan)

B. PENGERTIAN PENELITIAN KEBIJAKAN

Penelitian kebijakan merupakan salah satu dari jenis penelitian deskriptif. Suharsimi Arikunto dalam bukunya Manajemen Penelitian memberikan batasan pengertian tentang penelitian deskriptif, yaitu Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang sesuatu variable, gejala atau keadaan. Memang ada kalanya dalam penelitian ingin juga membuktikan dugaan tetapi tidak terlalu lazim. Yang umum adalah bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis.

Sebelum kita membahas tentang pengertian penelitian kebijakan, perlu kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan kebijakan. Makna kebijakan yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.

Selain itu Edi Suharto dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik mengemukakan bahwa Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur Negara, melainkan pula governance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam, financial dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga Negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideology, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu Negara.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kebijakan yang dimaksud sebagai latar penelitian kebijakan (policy research) adalah tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah sosial. Pemecahan masalah sosial oleh policymaker dalam hal ini dilakukan atas dasar rekomendasi yang dibuat oleh policy researcher berdasarkan hasil penelitiannya. Kebijakan di sini tidak dipersepsikan dari sudut pandang politik pemerintah, melainkan kebijakan sebagai objek studi.

Sedangkan definisi penelitian kebijakan adalah penelitian kebijakan dapat didefinisikan sebagai kegiatan penelitian yang dilakukan untuk mendukung kebijakan. Ada juga yang berpendapat bahwa penelitian kebijakan adalah usaha mengumpulkan informasi secara komprehensif untuk merumuskan kebijakan.

Kemudian James H.Mc Millan dan Sally Schumacher dalam buku mereka yang berjudul Research in Education menyatakan Policy analysis evaluates government policies to provide policymakers with pragmatic action-oriented recommendations. Policy is both what is intended to be accomplished by government action and the cumulative effort of actions, assumptions, and decisions of people who implement public policy.

Akan tetapi jika kita menyinggung kata penelitian maka hal ini akan bersentuhan dengan sesuatu yang bernuansa ilmiah. Jadi dapat dinyatakan bahwa penelitian kebijakan hadir untuk mengilmiahkan kebijakan atau menghasilkan kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dalam batas-batas yang tidak berbenturan keras dengan political will atau lingkungan sosial politik disuatu Negara.

C. URGENSI DAN FOKUS PENELITIAN KEBIJAKAN

Para perumus kebijakan merumuskan kebijakan atas dasar prioritas yang paling urgen, khususnya yang berkenaan dengan pemecahan masalah sosial atau pun masalah publik. Semakin kompleks dan luas tugas-tugas keorganisasiannya, maka semakin banyak pula masalah yang dihadapi, sehingga tidak dapat dipecahkan sendiri tanpa pendapat atau informasi yang memadai, baik kuantitatif maupun kualitatif.

Disinilah hadir urgensi penelitian kebijakan. Sebagaimana yang dipaparkan Sudarwan Danim berikut ini:

Penelitian kebijakan (policy research) secara spesifik ditujukan untuk membantu pembuat kebijakan (policymaker) dalam menyusun rencana kebijakan, dengan jalan memberikan pendapat atau informasi yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah yang kita hadapi sehari-hari. Dengan demikian, penelitian kebijakan merupakan rangkaian aktifitas yang diawali dengan persiapan peneliti untuk mengadakan penelitian atau kajian, pelaksanaan penelitian, dan diakhiri dengan penyusunan rekomendasi.

Selain itu penelitian kebijakan juga dipersepsikan sebagai:

Basic social research; yakni penelitian kebijakan harus dilaksanakan secara sesuai prosedur kerja ilmiah.

Technical social researh; yakni bahwa penelitian kebijakan harus mampu merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang dapat dikembangkan instrumen-instrumen teknisnya.

Policy research harus menghasilkan kebijakan publik.

• Komprehensif yakni penelitian kebijakan harus menjangkau seluruh variabel yang terkait dan relevan dengan persoalan yang sedang dikaji untuk dirumuskan kebijakan penyelesaiannya.

Berdasarkan paparan dua kutipan di atas dapat dinyatakan bahwa penelitian kebijakan harus dipersepsi dari sisi kemanfaatannya. Walaupun sebuah penelitian semestinya bernuansa ilmiah, namun penelitian kebijakan kiranya belum perlu dipersepsikan sebagai kajian ilmiah atau tidak, melainkan harus dilihat dari kemanfaatannya bagi pemecahan masalah sosial atau masalah publik. Tentu saja jika rekomendasai yang dihasilkan oleh peneliti kebijakan dapat diimplementasikan oleh pembuat kebijakan dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

Penelitian kebijakan memiliki sifat yang sangat khas. Kekhasan penelitian ini terletak pada fokusnya. Sudarwan Danim menjelaskan fokus penelitian kebijakan secara umum adalah:
… berorientasi kepada tindakan untuk memecahkan masalah sosial yang unik, yang jika tidak dipecahkan akan member efek negatif yang sangat luas. Tidak ada ukuran pasti mengenai luas atau sempitnya suatu masalah sosial. Sebagai missal, rendahnya kualitas pendidikan dapat dipersepsi dari banyak sisi yang menyebabkan rendahnya kualitas itu, seperti:
1. Kualitas guru
2. Kualitas proses belajar mengajar
3. Kualitas kurikulum
4. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta sumber belajar
5. Kualitas raw input lembaga pendidikan
6. Kondisi lingkungan sosial budaya dan ekonomi.

Oleh karena penelitian kebijakan berorientasi kepada fokus, maka pengkajian atau penelitian mengenai rendahnya kualitas pendidikan, misalnya, akan dititikberatkan kepada fokus mana – kualitas guru, kualitas proses belajar mengajar dan sebagainya. Jika penelitian kebijakan difokuskan kepada kualitas proses belajar mengajar, misalnya, maka fokus kajian dapat menyangkut masalah yang luas, seperti:

1. Intensitas proses belajar siswa di kelas.
2. Intensitas proses belajar siswa di luar kelas
3. Kualitas guru dalam mengajar
4. Kualitas interaksi guru dengan siswa
5. Kualitas jaringan-jaringan belajar
6. Kualitas menu sajian dalam proses belajar mengajar
7. Kualitas kegiatan ko dan ekstra kurikuler yang mendukung kegiatan inti di lembaga pendidikan

Akan tetapi jika penelitian kebijakan dikhususkan dalam dunia pendidikan, maka James H.Mc Millan berpendapat bahwa fokus penelitian kebijakan adalah Policy analyses focus on (1) policy formulation, especially deciding which educational problems to address; (2) implementations of programs to carry out policies; (3) policy revision; and (4) evaluation of policy effectiveness and/or efficiency. A program can be analyzed as separate from a policy or it can be defined as a specific means adopted for carrying out a policy.

Dari dua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa fokus penelitian kebijakan pada dasarnya adalah beorientasi pada solusi dari permasalahan yang muncul akibat diterapkannya sebuah kebijakan.

D. KARAKTERISTIK PENELITIAN KEBIJAKAN

Setiap jenis penelitian tentu memiliki karakteristik masing-masing. Demikian juga dengan penelitian kebijakan. Kekhususan karakteristik penelitian kebijakan terutama pada proses kerjanya. Menurut Ann Majchrzak sebagaimana yang dikutip Sudarwan Danim dalam bukunya Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, karakteristik penelitian kebijakan adalah sebagai berikut:

1. Fokus penelitian bersifat multidimensional atau banyak dimensi
2. Orientasi penelitian bersifat empiris-induktif
3. Menggabungkan dimensi masa depan dan masa kini
4. Merespon kebutuhan pemakai hasil studi
5. Menonjolkan dimensi kerja sama secara eksplisit.

Pernyataan di atas senada dengan apa yang dinyatakan oleh James H.Mc Millan and Sally Schumacher dalam bukunya Research in Education, yaitu Generally, policy analysis tends to 1) be multidimension in focus; 2) use deductive and inductive research orientations; 3) incorporate the future as well as the past; 4) respond to study users; and 5) explicity incorporate values.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa nilai special karakteristik penelitian kebijakan adalah pada penekanan-penekanan khusus dari masing-masing karakteristik tersebut serta kepaduannya.

E. METODE PENELITIAN KEBIJAKAN

Pada dasarnya penelitian kebijakan merupakan penawaran kompromi, terutama antara peneliti dengan klien atau stakeholder. Menurut Coleman sebagaimana yang dikutip Sudarwan Danim dalam bukunya Pengantar Studi Penelitian Kebijakan bahwa dikarenakan penelitian kebijakan beroperasi pada batas metodologi penelitian pada umumnya (terutama penelitian ilmu-ilmu sosial), maka tidak ada metodologi tunggal, metodologi yang komprehensif untuk melaksanakan analisis teknikal dari penelitian kebijakan.

Masih bersumber dari buku yang sama, Sudarwan Danim menyatakan bahwa ada beberapa metode penelitian kebijakan, yaitu:

1. Sintesis terfokus
2. Analisis data sekunder
3. Eksperimen lapangan
4. Metode kualitatif
5. Metode Survai.
6. Penelitian kasus
7. Analisis biaya-keuntungan
8. Analisis keefektifan biaya
9. Analisis kombinasi
10. Penelitian tindakan

1. Metode Sintesis Terfokus

Menurut James H.Mc Millan, sintesis terfokus adalah Focused synthesis is the selective review of written materials and prior research relevant to the policy question. The synthesis differs from the traditional literature review by discussing information obtained from a variety of sources beyond published articles-interviews with experts and stakeholders, hearings, anecdotal stories; personal experiences of the researcher, unpublished documents, staff memoranda, and published materials. An entire policy analysis study can employ this method.

Salah satu contoh dari metode sintesis terfokus adalah Studi Lembaga Pembangunan Internasional (Agency for International Development = AID) atau study for AID, yaitu suatu studi tentang masalah penyediaan air di pedesaan di Negara-negara berkembang. Usaha penelitian kebijakan ini menurut Burton (seorang peneliti dari Inggris), sebagaimana yang dikutip oleh Sudarwan Danim dalam bukunya Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, dilakukan dengan cara:
a. Mengkaji sumber-sumber pustaka mutakhir yang tersedia dan relevan dengan masalah atau fokus penelitian.
b. Menuangkan pengalamannya di lapangan selama lima tahun terakhir di Afrika dan Amerika Latin.
c. Mengadakan diskusi-diskusi dengan individu-individu di Ross Institute, International Reference Centre for Community Water Supply di Hague, Organisasi Keehatan Dunia (WHO) dan The British Ministry for Overseas Developmnet.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam metode sintesis terfokus mengaitkan tiga hal pokok, yaitu sumber pustaka ter-up date yang relevan, pengalaman penelitian dan hasil diskusi.

2. Metode Analisis Data Sekunder.

James H.Mc Millan memaparkan bahwa metode analisis data sekunder ialah Secondary analysis is the analysis and reanalysis of existing databases. However, the policy questions or decision models that guide the reanalysis differ from the traditional research question in a meta-analysis study. Rather than examining the databases to determine the state of knowledge about the effect size of a single educational practice, the policy analysis generates different policy models and questions from which to examine the databases.

Kutipan di atas jika diterjemahkan secara bebas maka analisis sekunder adalah analisis dan reanalisis database yang ada. Namun, pertanyaan kebijakan atau keputusan yang memandu reanalisis model lain dari pertanyaan penelitian tradisional dalam studi meta-analisis. Alih-alih memeriksa database untuk menentukan keadaan pengetahuan tentang ukuran pengaruh praktik pendidikan tunggal, analisis kebijakan menghasilkan model kebijakan yang berbeda dan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan database untuk memeriksa database.

Selain itu Sudarman Danim juga menyatakan bahwa Metode analisis data sekunder sebegitu jauh dikatakan sebagai metode yang dilihat dari dimensi biaya paling efisien. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian kebijakan. Tidak terdapat ketentuan pasti mengenai pada jenjang mana data tersebut dikatakan sebagai data sekunder. Untuk memudahkan pemahaman mengenai perbedaan antara data primer dengan data sekunder dapat dijelaskan, bahwa setiap data yang bukan diperoleh dari sumber utamanya disebut dengan data sekunder.

Dari dua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa metode analisis data sekunder hanya mungkin dilakukan jika data dasar yang diinginkan diperoleh secara mencukupi. Apabila tidak mencukupi maka perlu membangun data dasar baru (new database) yang diseleksi dari kombinasi data dasar yang berbeda. Jika data dasar tidak tersedia, peneliti harus memakai metode lain.

3. Metode Eksperimen Lapangan

Metode Eksperimen Lapangan yaitu Field experiments and quasi-experiments investigate the effect or change as a result of policy implementation. Because experimental approaches attempt to explain existing educational conditions, the result may not be useful in projecting into the future. Policy conditions may be so dynamic that the result are confined to that particular period of implementation.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dinyatakan bahwa tujuan metode ini adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara pengeksposan satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.

4. Metode Kualitatif

Beberapa bentuk metode kualitatif yang digunakan untuk mencari data primer dalam penelitian ini antara lain wawancara, observasi dan kelompok terfokus. Kelompok terfokus ialah salah satu jenis teknik yang dapat dipakai, dimana individu dicari secara terseleksi dalam kelompok dan diarahkan kepada diskusi yang terfokuskan pada topik pra spesifik. Kelompok semacam ini sangat baik untuk membangun isu dan menjejaki faktor-faktor potensial sebagai penyebab suatu peristiwa.
Aplikasi metode kualitatif dalam penelitian kebijakan dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah sebagai fokus studi penelitian kebijakan.
b. Mengumpulkan data lapangan.
c. Menganalisis data.
d. Merumuskan hasil studi.
e. Menyusun rekomendaasi untuk pembuatan kebijakan.
5. Metode Survai
Secara umum aplikasi metode survai dalam penelitian kebijakan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a. Perencanaan dan perancangan survai.
b. Memilih subject.
c. Menyusun instrument.
d. Menentukan prosedur pengumpulan data.
e. Melatih pewawancara atau pengumpul data.
f. Pengumpulan data.
g. Pengolahan dan analisis data.
h. Penyusunan laporan dan rekomendasi hasil peneltian untuk pembuatan kebijakan.

6. Penelitian Kasus

Penelitian atau studi kasus seringkali digunakan dalam metode penelitian kebijakan sebagai studi yang cepat, biaya efisien dan ada ruang yang memungkinkan untuk mendalami sebuah situasi. Beberapa langkah-langkah studi kasus dalam konteks penelitian kebijakan adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan tujuan penelitian yang ingin dicapai.
b. Menentukan atau merancang pendekatan yang akan digunakan.
c. Mengumpulkan data yang relevan.
d. Menganalisis data.
e. Membuat laporan dan rekomendasi hasil penelitian.

7. Analisis Biaya Keuntungan

Analisis biaya keuntungan me-refer kepada set metode dimana peneliti kebijakan membandingkan biaya (cost) dengan keuntungan (benefit) yang akan diperoleh oleh masyarakat berdasarkan alternatif pilihan kebijakan.
Dalam makna yang lebih luas, analisis biaya-keuntungan untuk aplikasi sebuah kebijakan dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, keuntungan jangka pendek dari biaya yang diinvestasikan. Kedua, keuntungan jangka panjang dari biaya yang diinvestasikan.

8. Analisis Keefektifan Biaya.

Dalam metode ini Sudarwan Danim dalam bukunya Pengantar Studi Penelitian Kebijakan menyatakan Dalam analisis keefektifan biaya, biaya moneter pilihan kebijakan dapat dihitung. Bagaimanapun keuntungan dari kebijakan dapat dituangkan dalam terminologi biaya aktualnya atau hasil yang diharapkan. Analisis semacam ini relative sangat mudah dilakukan, oleh karena yang dihitung adalah biaya yang paling fisibel, dalam arti tidak berlebihan dan tidak pula terlalu kecil.

Berdasarkan kutipan di atas metode ini bertujuan untuk mempertimbangkan tuntutan pembiayaan yang menjadi dasar dalam menentukan kebijakan oleh pembuat kebijakan.

9. Analisis Kombinasi

Kombinasi analisis biaya keuntungan dengan analisis keefektifan biaya dipandang cocok bagi usaha untuk merumuskan kebijakan, mengingat pada kedua analisis tersebut dimensi biaya dinilai dari variable sejenis.

Menurut Sudarwan Danim, ada tiga jenis variable biaya, yaitu:
a. Biaya-biaya langsung, seperti untuk keperluan personalia dan fasilitas fisik.
b. Biaya-biaya tidak langsung.
c. Biaya-biaya oportunitas, seperti apa yang akan dicapai jika sumber-sumber digunakan secara berbeda.

Menganalisi biaya dari sudut keefektifanya relatif mudah dilakukan, namun untuk menganalisis variasi biaya yang muncul sebagai dampak kebijakan itu tidak jarang sangat sulit. Disinilah diperlukannya peranan para peneliti dari sebuah kebijakan melalui penelitian kebijakan.

10. Penelitian Tindakan.

Pada dasarnya penelitian tindakan bertujuan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan atau pendekatan-pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah-masalah social dengan aplikasi langsung di ruangan atau pada situasi dunia kerja.
Sedangkan relevansinya dengan penelitian kebijakan adalah Bahwa penelitian tindakan (action research) mengkombinasikan dua sisi secara langsung, yaitu sisi penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan sisi kebijakan atau tindakan yang dilakukan oleh klien atau pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan tertentu berupa ketrampilan prakits dan pendekatan baru yang relevan bagi perbaikan atau pengembangan tatanan sosial.

Dari kutipan diatas dapat dinyatakan bahwa ada titik temu antara penelitian tindakan dengan penelitian kebijakan, meskipun tidak dapat dikatakan identik. Beberapa titik temunya adalah:
Pada tahap perumusan masalah, baik pada penelitian tindakan maupun pada penelitian kebijakan, kerja sama antara peneliti dengan pembuat kebijakan mutlak diperlukan. Kedua jenis penelitian ini sama-sama bersifat empiris dan lemah ketertiban ilmiahnya, sama-sama berpijak pada acuan teoretis yang tajam. Sebagai salah satu metode dalam penelitian kebijakan, penelitian tindakan harus diakhiri dengan rekomendasi yang aplikatif bagi pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah sosial.

F. Out Line Naskah Kebijakan (Policy Paper)

Ada tiga jenis naskah kebijakan, yaitu: penelitian kebijakan (policy study), ringkasan kebijakan (policy brief) dan memo kebijakan (policy memo). Secara struktural naskah kebijakan ini memiliki elemen-elemen naskah (out line) yang sama, yaitu:

1. Judul.
2. Daftar Isi.
3. Abstrak atau Executive Summary.
4. Pendahuluan.
5. Deskripsi Masalah.
6. Pilihan-pilihan Kebijakan.
7. Kesimpulan dan Rekomendasi.
8. Catatan Akhir.
9. Apendik/Lampiran.
10. Bibliography.

Berikut ini adalah penjelasan dari elemen-elemen tersebut:

1. Judul.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan judul ialah:
• Bersifat deskriptif: menjelaskan subjek dan masalah yang dibahas.
• Jelas.
• Ringkas dan tegas
• Menarik pembaca
Beberapa prinsip judul adalah:
• Sebagian besar judul tidak terdiri dari kalimat-kalimat penuh.
• Kata-kata kunci merupakan dasar sebuah judul.
• Beberapa penulis membagi judul ke dalam dua bagian dengan menggunakan colon. Misalnya: “Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak: Dari Residual ke Institusional”
• Beberapa penulis mengindikasikan beberapa penemuan utama dalam judul policy paper.
• Hurup kapital biasanya digunakan untuk keseluruhan kalimat, kecuali kata sambung (dan), conjunction (tetapi), preposition (dari), pronoun (kita).

2. Daftar Isi.

Daftar isi dalam sebuah policy paper membantu pembaca dalam beberapa hal:
• Daftar isi berperan sebagai pembimbing yang membantu pembaca memahami keseluruhan paper.
• Daftar isi membantu pembaca yang berminat mengetahui bagian-bagian tertentu (saja) dari sebuah paper.
• Sistem penomoran dalam daftar isi dapat membedakan bagian-bagian dan sub-subnya dari suatu paper.

3. Abstrak atau Executive Summary.

Pada bahagian ini memuat:
• Definisi dan deskripsi masalah kebijakan.
• Tujuan naskah kebijakan.
• Evaluasi kebijakan yang ada.
• Alternatif-alternatif kebijakan yang diusulkan.
• Kesimpulan dan rekomendasi.

4. Pendahuluan.
Pada umumnya ada beberapa hal yang terdapat pada pendahuluan, yaitu konteks masalah kebijakan, definisi masalah kebijakan, pernyataan tujuan, metodologi dan keterbatasan studi, alur atau ringkasan isi paper.

5. Deskripsi Masalah.

Deskripsi masalah memuat dua hal penting: (a) latar belakang masalah dan (b) masalah dalam konteks kebijakan saat ini. Lebih lanjut Edi Suahrto dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik menjabarkan bahwa deskripsi masalah dalam sebuah policy paper harus mampu:
• Menjelaskan masalah yang menjadi fokus analisis kebijakan. Bisa dimulai dengan mendiskusikan beberapa isu atau masalah sosial yang ‘serumpum’ atau berkaitan. Kemudian menyatakan satu isu atau masalah kebijakan yang dipilih.
• Meyakinkan pembaca bahwa isu yang diangkat memerlukan perhatian audien kebijakan (pemerintah, LSM atau analis kebijakan yang lain). Karenanya, isu yang diangkat hendaknya lebih dari sekedar asumsi, hipotesis dan apalagi gossip. Sebaiknya diback-up oleh data hasil penelitian kita maupun penelitian orang lain (boleh juga mengemukakan informasi dari ahli, media massa, pejabat pemerintah sebagai pendukung data).
• Memfokuskan dan menggarisbawahi masalah dalam konteksnya secara spesifik, termasuk didalamnya mendiskusikan sebab-sebab dan akibat-akibat dari masalah tersebut.
• Membangun kerangka dengan mana pilihan-pilihan kebijakan memiliki dasar argument secara komprehensif.

6. Pilihan-pilihan Kebijakan

Pada bahagian ini membahas:
…alternatif kebijakan (biasanya antara 5 s.d 7 opsi). Kemudian diikuti dengan alternative kebijakan yang dipilih (biasanya antara 2 s.d 3 opsi). Pilihan-pilihan kebijakan (atau alternative kebijakan yang dipilih) terdiri dari dua elemen penting: (a) kerangka analisis, dan (b) evaluasi alternatif-alternatif kebijakan.

7. Kesimpulan dan Rekomendasi.

Menurut Edi Suharto, ada tiga elemen penting yang harus termuat dalam kesimpulan dan rekomendasi, yaitu:
• Sintesis temuan-temuan utama (synthesis of major findings).
• Seperangkat rekomendasi-rekomendasi kebijakan (set of policy recommendations).
• Kalimat atau pernyataan penutup (concluding remarks).

8. Catatan Akhir (endnotes).

Fungsi catatan akhir ialah
• Memberikan diskusi dan penjelasan tambahan atau definisi terhadap beberapa istilah.
• Untuk menarik pembaca kepada sumber-sumber yang menjelaskan latarbelakang informasi yang didiskusikan pada teks.

9. Apendik.

Lampiran dicantumkan jika diperlukan. Jadi tidak harus ada. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam apendik (lampiran) ialah:
• Apendik bersifat mendukung argument-argumen utama yang dikembangkan dalam keseluruhan policy paper.
• Kriteria umum yang digunakan dalam menentukan apa yang harus dimuat dalam apendik adalah tipe, panjang dan rincian informasi.
• Apendik biasanya dibagi dan diidentifikasi melalui penggunaan judul.

10. Bibliography atau Daftar Pustaka

Daftar pustaka memungkinkan pembaca dapat mengakses sumber-sumber bacaan yang mendasari argument penulis. Daftar pustaka juga berfungsi sebagai pembeda antara naskah akademis dengan naskah non akademis. Daftar pustaka juga merupakan kewajiban insan akademis agar terhindar dari status plagiator.

G. Penutup

Kesimpulan

Pembuat kebijakan duduk sebagai aktor kebijakan karena status formalnya. Mereka sering pula disebut pembuat keputusan formal. Termasuk di sini adalah ketua lembaga, administrator departemen, hakim, jaksa, rektor perguruan tinggi, gubernur, bupati, pembuat Undang-Undang seperti DPR dan lain-lain.
Pembuat keputusan formal ini bekerja atas dasar prioritas yang mendesak, mereka bertanggung jawab atas proses pembuatan kebijakan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. Keluasan dan kekompleksan tugas yang diemban membuat mereka tidak mungkin lagi menjadi “penguasa tunggal” seperti diuraikan di atas. Untuk menentukan prioritas dari sekian banyak prioritas yang mungkin sama bobotnya itu, pembuat keputusan formal memerlukan bantuan partisipan atau aktor lain, seperti peneliti kebijakan.
Peneliti kebijakan akan menentukan prioritas yang harus dipilih oleh pembuat kebijakan tidak hanya dari sisi penting atau tidak, melainkan atas dasar pertimbangan-pertimbangan, seperti cost benefit analysis, cost effectiveness, sumber daya, dampak negatif dan dampak positifnya.

DAFTAR BACAAN

Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik, (Bandung, Alfabeta, 2008)

Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, (Bandung, Alfabeta, 2007)

James H.Mc Millan and Sally Schumacher, Research in Education, (United States; Long Man Inc. 2001)

Sudarwan Danim, Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, (Jakarta, Bumi Aksara, 2005)

Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta, Rineka Cipta, 2009)

http://ilmumetodepenelitian.blogspot.com/2009/11/penelitian-kebijakan.html, diakses tanggal: 18 Oktober 2010, pukul: 21.43 WIB
Selengkapnya...