MOHON MAAF, PELAWISELATAN DOT BLOG SPOT DOT COM SEDANG DALAM PROSES RENOVASI. HARAP MAKLUM UNTUK KETIDAKNYAMANAN TAMIPLAN. Semoga Content Sharing Is Fun Memberikan Kontribusi Positif Bagi Pengunjungnya. Semua Artikel, Makalah yang Ada Dalam Blog Ini Hanyalah Sebagai Referensi dan Copast tanpa menyebutkan Sumber-nya Adalah Salah Satu Bentuk Pelecehan Intelektual. Terimakasih Untuk Kunjungan Sahabat

31 Mei 2010

Kesadaran “Mengelola Pengetahuan” untuk Seorang Guru dari Pak Hernowo Hasim


Siapa yang tidak kenal Pak Hernowo Hasim, penulis buku dahsyat dengan judul sungguh bijaksana; MENGIKAT MAKNA. Beliau adalah salah satu penulis negri ini yang saya kagumi. Maka ketika saya menemukan FB beliau beberapa bulan yang lalu, langsung deh saya add. Sungguh gembira hati ketika beliau confirm. Berikut ini saya ingin share Note yang ditulis oleh Pak Hernowo yang berjudul KESADARAN “MENGELOLA PENGETAHUAN” UNTUK SEORANG GURU. Saya merasa sangat beruntung ketika Note ini beliau tag ke FB saya. Karena isinya sangat bermanfaat, maka saya share disini. Tentu saja atas izin beliau. Ya…silahkan disimak temans… Semoga bermanfaat.

======================================================

Kesadaran “Mengelola Pengetahuan” untuk Seorang Guru….
Oleh Hernowo

Gambar ini dimodifikasi dari sebuah materi yang ada di buku karya Anita Lie.


Ketika berkesempatan memberikan materi seputar strategi kegiatan belajar-mengajar bernama “contextual teaching and learning” (CTL), saya tentu membuka presentasi saya dengan sebuah gambar. Gambar itu sederhana. Hanya menunjukkan gambar cangkir dan tanaman yang keduanya sedang dituangi air. Gambar tersebut saya ambil dari buku Anita Lie, Cooperative Learning. Gambar cangkir dan tanaman tersebut menyimbolkan dua orang murid yang sedang belajar. Sementara itu, sang guru disimbolkan dengan sarana untuk menuang air. Air adalah pengetahuan—katakanlah jenis mata pelajaran—yang benar-benar dikuasai oleh sang guru.

Begitu sebuah kegiatan belajar-mengajar berlangsung, seorang guru dapat segera menentukan apakah para muridnya akan dijadikan “cangkir” atau “tanaman”. Jika dia menjadikan para muridnya sebagai cangkir, itu berarti dia sedang ingin menerapkan strategi “menuang” tanpa berupaya merangsang para murid untuk mengolah air secara bersungguh-sungguh. Keadaan ini bisa terjadi karena cangkir memang hanya berfungsi untuk menampung tuangan air itu. Cangkir, seakan-akan, tak punya kemampuan untuk mengaitkan air (pengetahuan) dengan diri masing-masing murid yang sedang belajar. Akhirnya, jika nanti para murid itu dites, cangkir-cangkir hanya akan mengeluarkan lagi apa yang diterima atau disimpannya.

Tentu keadaan tersebut berbeda sekali jika seorang guru memilih agar para muridnya menjadi tanaman—dan Anda akan segera paham bahwa jenis tanaman itu bermacam-macam. Ada tanaman yang menghasilkan buah (tomat, papaya, cabe, dsb.), dan ada tanaman yang menghasilkan bunga (mawar, melati, anggrek, dsb.), serta ada tanaman yang tidak berbuah dan berbunga tapi memproduksi daun yang rimbun. Ketika si guru menuangkan air ke tetanaman, secara otomatis tetanaman itu tidak hanya menerima tetapi juga mengolah air (pengetahuan) tersebut. Tetanaman tentu akan menerima air dengan senang hati karena mereka sangat memerlukannya untuk hidup. Agar air itu bermanfaat bagi kehidupan mereka, tetanaman itu pun akan bersungguh-sungguh dalam menolah air yang mereka terima. Mereka akan mengolah sesuai dengan keperluannya—apakah air tersebut akan diolah untuk menumbuhkan dan memperkuat akar atau untuk merimbunkan daun-daun atau untuk memproduksi buah dan bunga.

Hingga di sini, Anda, sebagai seorang guru, tentu dapat membayangkankan perbedaan sangat mendasar antara murid yang menjadi sekadar cangkir (benda mati) atau tanaman (makhluk hidup). Menarik sekali jika, pada saat ini, murid-murid yang sedang belajar di sekolah itu senantiasa dianggap tetanaman yang segar dan sedang mekar-mekarnya. Jenis tanaman, saya kira, sangat beragam sebagaimana keberagaman setiap makhluk bernama manusia. Sebaliknya dari menjadi tanaman, simbol cangkir akan tidak menarik karena seakan-akan seluruh murid itu sama (seragam) dan pasif. Jika yang seragam itu pakain sekolahnya tentu tidak ada masalah. Tapi jika yang seragam adalah otak atau dirinya, tentulah kegiatan belajar akan sangat tidak menarik. Lalu, siapa yang menentukan apakah seorang murid itu akan menjadi cangkir atau tanaman?

Tentulah yang menentukan apakah seorang murid itu akan menjadi cangkir atau tanaman, ketika akan menjalani sebuah kegiatan belajar, bukanlah si murid. Gurunyalah yang berperan sangat besar. Seorang guru akan dapat memilihkan dan menentukan apakah para murdinya akan menjadi tetanaman apabila dia memiliki kesadaran dalam mengelola pengetahuan (knowledge management). Dia sadar bahwa pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja bagaikan seseorang sedang menuang air ke cangkir. Pengetahuan baru akan menjadi sebuah ilmu yang bermanfaat jika pengetahuan itu diolah—tepatnya diproduksi menjadi sesuatu yang sesuai dengan keperluan si penerima dan pegolah pengetahuan tersebut. Dan semua itu perlu proses, tidak bisa instan. Murid harus diberi kesempatan untuk merenungkan dan menuliskan setiap pengetahuan yang diterimanya. Dan seorang guru harus dapat mendorong si murid agar berani secara habis-habisan mengaitkan (mengontekskan) pengetahuan baru itu dengan keunikan pengalaman dirinya.[]

=======================================

Setelah membaca Note ini saya jadi ingat dengan falsafah om_rame dalam artikel saya beberapa hari yang lalu. Persis banget.. Falsafah teko…! Hmm...jangan-jangan si om nemu falsafah ini dari buku Anita Lie juga.. he he he...! Piiss om...!

Selengkapnya...

29 Mei 2010

Sekolah...Oh...Sekolah...!



Setiap orang memiliki kenangan tersendiri ketika ia sekolah. Kenangan yang terkadang justru membentuk paradigma seseorang tentang dunia pendidikan. Masih jelas dalam benak saya bagaimana perasaan saya ketika didaftarkan pada sebuah SD swasta, yaitu SD Muhammadiyah di kota kecil Pangkalan Brandan (Hmm…mirip Laskar Pelangi kan ? he he he). Hati berbunga-bunga, sumringah, dan penuh dengan sejuta angan-angan. Seperti apa aktifitas yang dijalani sudah menari-nari di depan mata. Padahal itu baru didaftarin lo, duh lebay memang.

Ketika itu saya belum mengerti bagaimana guru yang mengajar secara konvensional dan bagaimana pula yang professional. Yang saya tahu guru-guru saya menyenangkan. Orang yang tidak pernah berkeluh kesah sekalipun mereka bukan guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil. Sehingga jangan harap saya rela diminta libur satu hari saja pada hari-hari sekolah. Jika pun harus libur, ya tentu saja karena sakit. Itu pun di rumah pikiran tetap menuju sekolah. Hati selalu bertanya-tanya.. Duh..lagi ngapain ini teman-temanku di sekolah. Mereka dapet tugas apa? Seru gak ya? Dengan kata lain Sekolah adalah sumber kebahagiaan saya.

Keadaan ini terus berlanjut hingga ke Perguruan Tinggi. Hanya saja ketika memasuki jenjang SMP dan SMA, mulai lah saya menemui guru yang ‘beraneka warna’. Tidak seperti guru-guru saya di SD lagi. Apakah karena mereka berstatus Pegawai Negeri Sipil (karena SMP dan SMA saya lalui di sekolah negeri), ntahlah. Tetapi justru di sinilah saya jadi lebih banyak belajar tentang hidup. Bahwa hidup itu memang full colour. Saya jadi mulai memilah-milah,mana guru yang patut saya gugu dan tiru, dan yang mana pula yang tidak patut digugu dan tiru, akan tetapi saya tetap mempunyai kewajiban menghormati mereka sebagai orang yang pernah mendidik saya, walaupun dengan style yang kadang membuat saya geleng kepala.

Namun dalam perjalanan itu, sedikitpun saya tidak pernah merasa bahwa sekolah adalah sebuah penjara. Tidak juga pernah rela libur untuk hal-hal yang gak penting pada hari-hari sekolah. Walaupun di SMP dan SMA guru-guru saya menerapkan disiplin ala militer (beberapa guru lo, tidak semuanya), saya selalu kangen ke sekolah. Bahkan hari Minggu pun doyan ke sekolah untuk mengikuti kegiatan PMR (Palang Merah Remaja). Jika pun ada yang sering saya keluhkan tentang sekolah akhir-akhir ini adalah system kelulusan ala UN. Seperti apa pemikiran saya tentang hal ini, silahkan baca di sini dan di sini.

Istilah bolos mulai dilakukan di Perguruan Tinggi. Karena membagi waktu antara tugas mengajar dan kuliah bukanlah hal mudah. Jika tugas sekolah sudah menumpuk (karena pada saat itu selain mengajar saya juga terlibat dalam team managemen madrasah), terpaksalah bolos. Berangkat jam 7 pagi, dan pulang jam 18.30 menjelang maghrib. Seperti apa wajah kampung di siang hari nyaris saya tidak tahu. Hu hu hu. Tetapi entahlah, semua itu tetap dijalani dengan happy. Bahkan Insya Allah, rencana hari senin nanti 31 Mei 2010 saya akan mendaftar sekolah lagi. Semoga Allah mengizinkan, karena segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa izinNYA. Apakah saya termasuk orang yang maniak sekolah? Atau ‘gila’ belajar? Ntahlah…. Whatever…!

Tetapi temans, dua hari lalu saya menerima email dari Mas Yudhistira Massardi yang tergabung dalam milis IGI (Ikatan Guru Indonesia), beliau memposting note putranya. Igamassardi (nama putranya) menumpahkan apa yang dirasanya ketika ia sekolah. Saya sangat tertarik dengan isi note itu (karena sangat bertolak belakang dengan apa yang saya rasa), lalu minta izin untuk dishare di sini. Alhamdulillah Mas Yudhistira mengizinkan. Banyak pembelajaran yang bisa kita peroleh dari note ini:

=======================================================

January 26, 2010 by igamassardi | Edit

Saya adalah anak yang tidak pernah menyukai sekolah.


Orang tua saya, khususnya Ibu saya. Selalu kewalahan menghadapi masa-masa sekolah saya. Dari SD sampai SMA, saya bukanlah anak yang bisa diharapkan untuk mengerjakan PR atau menyelesaikan tugas tugas sekolah sendiri tanpa paksaan dari pihak sekolah dan orang tua. Saya sempet dibawa ke psikolog untuk memastikan bahwa tidak ada kelainan yang berlebihan dalam perilaku saya sebagai anak kelas 5 SD.
Bukan tanpa alasan saya nggak suka yang namanya sekolah.

Pertama, mereka (sekolah) nggak pernah memberikan ruang agar kreatifitas saya dijadikan sesuatu yang berharga secara akademis. Saya sadar bahwa saya emang nggak pandai berhitung dan menghafal pasal pasal UUD yang menurut saya sampai sekarang nggak ada gunanya (paling tidak buat saya pribadi). Tapi saya yakin bahwa saya bisa berkesenian dengan baik dalam hal musik. Tapi alih alih mendukung bidang yang menjadi keunggulan saya, mereka justru memaksa setiap muridnya untuk pandai matematika dan ekonomi. Lalu kemudian diadakan olimpiade untuk kedua hal tersebut. Pemenangnya mendapat gelar murid teladan. Klise.

Bukankah tidak ada satu bidang untuk semua orang? Semua orang adalah unik dan memiliki ketertarikan pada hal yang berbeda beda. Standarisasi akademis sering memaksa kita sebagai murid menjadi tidak memiliki pilihan lain untuk menuangkan prestasi. Semua dipukul rata. Dan kita harus melakukannya.

Masa SMA saya adalah masa dimana pembelajaran menjadi tidak penting. Kenapa? Karena saya saat itu sudah tau apa yang saya ingin lakukan dalam hidup saya. Saya ingin jadi seorang musisi. Titik.

Namun justru di masa itu, masa yang menurut saya adalah saat yang sangat krusial untuk memilih kemana kita akan berjalan dan melangkah, justru sering di sesatkan ke arah yang sama sekali lain dan bertolak belakang dengan keinginan kita. Beruntung saya adalah anak yang keras kepala dan nggak suka diatur kalo menurut saya anjurannya nggak logis. Jadi ini membuat saya bergelut untuk tetap melakukan apa yang saya mau. Apapun taruhannya saat itu.

Kepala sekolah saya saat itu adalah orang yang memiliki apresiasi seni yang tinggi. Saya senang sama beliau. Namanya Pak Cecep. Orangnya sangat suportif. Beliau mengadakan ensemble gitar dan tari. Sungguh saya merasa senang saat itu. Namun entah kenapa kegiatan itu berhenti. Mungkin dianggap tidak bermanfaat untuk prestasi akademis oleh dewan yayasan sekolah saya saat itu. Berakhirlah kegiatan tersebut. Kegiatan satu satunya dimana saya bisa merasakan kesenangan dan gemilang ketika melihat dan melakukannya.

Dan atas izin Pak Cecep juga saya dan teman teman bisa membawa nama sekolah saya ke festival musik antar sekolah dan memenangkannya. Sungguh sebuah momen yang menurut saya saat itu sungguh berharga. Ketika saya dan teman teman di panggil kedepan saat upacara hari Senin dan diberikan selamat langsung diiringi tepuk tangan dan sorak sorai satu sekolah, momen itu tidak pernah saya lupakan.

Namun di akhir semester, yang nampak hanyalah eksekusi dari studi studi standar seperti IPA dan IPS. Tidak nampak penghargaan atas usaha saya dan teman teman membawa nama baik sekolah dalam bidang seni. Bahkan seni pun tidak masuk dalam daftar mata pelajaran. Sungguh memilukan.

Lalu ketika kita selesai menunaikan pendidikan di SMA, kita langsung dihadapkan dengan kenyataan “Memilih Jurusan Kuliah yang Baik dan TIDAK SALAH PILIH.”
Bagaimana mungkin!?

Selama masa pendidikan 12 tahun kita tidak diberikan pilihan untuk melakukan ketertarikan di bidang masing masing. Ada yang suka otomotif, olahraga, musik, teater, tari, bahasa, namun jarang sekali ada penyuluhan untuk hal hal tersebut. Yang ada hanyalah ekstrakurikuler. Hal yang menjadi jalan hidup kita hanya dijadikan sebuah ‘ekstra’. Ironis.

Tidak heran banyak sekali orang yang ‘terpaksa’ masuk jurusan jurusan umum seperti ekonomi dan komunikasi. Bagus kalo memang mereka mau masuk sana, tapi realitanya adalah mayoritas orang yang mendaftar jurusan itu bukan karena memang mereka mau, tapi karena alasan klise “Ya daripada gue nggak kuliah?”
Dari tekanan pendidikan 12 tahun lalu kemudian dalam waktu kurang dari 6 bulan kita sudah harus menentukan arah hidup? Brillian.

Mungkin memang ada anak anak teladan yang sah sah saja dengan semua ini, tapi saya nggak mewakili mereka. Saya mewakili saya sendiri, dan kalian yang mungkin berpikiran sama dengan saya. Bahwa ada hal hal lain diluar pendidikan formal yang menjadi tujuan hidup kita namun tidak mendapat perhatian dan dukungan dari pihak yang memiliki andil besar dalam pendidikan kita, yaitu Sekolah.

Sekolah sebenernya nggak buruk. Sistemnya aja yang udah harus berubah. Mereka harus bisa lebih interaktif dan reaktif terhadap bakat dan keunggulan tiap tiap siswa secara individu. Kalau sekolah msih terus main pukul rata bodoh dan pintar berdasarkan mata pelajaran. Maka selamanya jebolan pendidikan dasar di Indonesia tidak akan memiliki potensi berkembang.

Semoga semua perubahan dan perkembangan ini bisa terealisasi.
Jadi nggak ada lagi murid murid yang nge tweet..

“Tujuan untuk sekolah tuh cuma untuk bergembira mendengar bel istirahat dan bel pulang.”
Selama mereka masih berpikiran seperti itu, berarti ada yang salah dengan sistem di sekolah tersebut.

“Its not our fault for being an education dissidents and disdain the academics, its their responsibility to make the grade based on our personal interest. Its your future not them.” -Iga Massardi-

"We don't need no thought control. No dark sarcasm in the classroom. We don't need no education." Pink Floyd - Another Brick in The Wall

========================================================

Sungguh tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang dituangkan Igamassardi adalah kenyataan yang tidak terbantahkan. Ini penting untuk dijadikan pemikiran dan pertimbangan oleh para pendidik, apalagi oleh para pengambil keputusan dunia pendidikan negri ini. Sebagai guru, terkadang kita sering terkontaminasi dengan cara guru-guru kita dulu. (Ingat petuah dari Ali bin Abi Thalib: Didiklah anakmu untuk masa yang bukan masamu). Itulah sebabnya mengapa saya selalu mengambil yang baik, dan mengesampingkan yang buruk dari guru-guru saya, namun tetap menghormati mereka sebagai guru. Tidak ada istilah BEKAS guru.

Juga tidak dapat dinafikan ada yang jomplang dalam sistim pendidikan kita. Tidak sinkronnya KTSP dengan sistem kelulusan ala UN membuat sebahagian pendidik menangis tanpa suara (termasuk saya) dan mengantarkan mereka ke dalam shaf serendah-rendahnya iman (karena hanya mampu DIAM…termasuk saya juga). Sampai kapan system ini dipertahankan pemerintah ? Ntahlah….!

Nah, seperti apa persepsi temans tentang sekolah…? Silahkan share di kotak komentar ya. Komentar teman sangat bermanfaat sebagai input untuk perbaikan diri para pendidik kita. Guru juga manusia yang selalu perlu di up-date. He he he….!

Selengkapnya...

26 Mei 2010

Award dari aRya Bayu



Bulan Mei ini memang sangat special bagi my lovely blog Sharing is Fun. Pada bulan ini Sharing is Fun banyak mendapat sobat-sobat blogger baru. Sobat blogger dengan ‘pesona’ content mereka masing-masing. Tetapi dari perbedaan ‘pesona’ tersebut ada satu persamaan. Mereka semua baik hati lagi tidak sombong (suwer tiada maksud tebar pujian). Salah satu buktinya adalah kembali Sharing is Fun mendapat anugerah Award (biasa pake kata anugerah..supaya dramatis gicu..!).

Diawal Mei ada Award dari Aan (idiiiihhhh…bisa gak sih buat postingan yang gak bawa-bawa nama si Aan….???), kemudian menyusul yang mengaku gak ganteng tapi ngangenin alias om_rame, eehh….tiada disangka and tiada diduga kini aRya Bayu bagi-bagi Award, dan Sharing is Fun juga kecipratan. (Gak tau kenapa doi slalu buat teks namanya dengan huruf capital di R dan B…. seperti merk sesuatu gicu ya..?). Ada yang unik pada logo Award-nya aRya Bayu kali ini. Itu lo…logonya iso muter-muter. Iiihhh keren euy..! Akan tetapi karena bu guru yang lemot ini rada bingung masukin ke postingan, walopun Aan yang berbaik hati telah kasi advice. (Haiiyyaaa…. Aan lagi…Aan lagi.. bisa gak siiiihhh… yak terusin aja sendiri….! Wkkk…)tapi gagal juga. Maka Award itu dipajang di sidebar waelah. Please dong kasi tau cemana cara masukin ke postingannya. Sumpe lo gaptek itu gak enaakkkk...!!

aRya Bayu dengan title weblognya Vista84 (mungkin ntar lagi doi buat weblog dengan title Windows 7 kali ye.. he he he… just kidding friend) dari profile blognya mengaku mulai aktif Maret 2010, tetapi content blognya uaaappiikkk tenan. Banyak info IT di tini, buat diriku jadi mulai ‘melek’ teknologi. Salut friend. Semoga semakin Berjaya and sukses Vista84-mu. (Ssstt…tapi kadang diriku rada ‘risi’ lihat beberapa gambar di sidebar Vista84…ups..maaf yo..mungkin mata ‘udik’ kali. Tapi apa mau dikata, terlanjur telah dicap sebagai ‘Perhiasan Dunia’. Hiikks..!!)

Tentu saja Award ini akan menambah motivasi plus semangat diriku di dunia blogger, walaupun pada dasarnya setiap artikel, jika ada yang berkenan baca apalagi komen saja sudah cukup lah membahagiakan diriku. (upss…colly melo mode is on now..!) Konon lagi Award..!

Terimakasih teman untuk semuanya, semoga pemberian ini jadi amal ibadah jika diiringi dengan keikhlasan. (Jadi malu…title blog Sharing is Fun, tapi belum pernah Sharing Award… maybe oneday friends..!). Jazakillahi Khairan Katsira…!
Selengkapnya...

24 Mei 2010

Award dari yang Mengaku 'Ngangenin'



‘Gak Ganteng tapi Ngangenin’, demikianlah jargon sobat blogger ku yang satu ini. Dengan nick name ‘om_rame’ telah membuktikan pada dunia blogger memang sungguh rame lah dirinya. Ke-rame-annya juga lah yang selalu ngangenin. Cucok banget antara jargon dengan nick name (kecuali ‘Gak Ganteng-nya itu… karena dari potonya… hmm… handsome bo’. Semoga masih cecah ke bumi tu kaki jika si om baca ini. Hue he he he…!).

Selain ngangenin beliau juga baik hati (ehemm….). buktinya minggu lalu berbagi kebahagian dengan bagi-bagi Award untuk sahabat blogger-nya. Sharing is Fun pun kebagian pada nomor urut 17. (Bu Guru Sriayu). Wow…tau aja si om, jika diriku sweetseventeen (Whaattt….?? Oh no..lebay makin kronis). Katanya sih Award ini diberikan sebagai apresiasi karena posting coment pada artikel-artikelnya. Jadi malu, karena sebenarnya lebih sering si om yang send coment di blog diriku. Apa lagi dengan ulasannya yang wuiihh…mirip kupas tuntas deh. He he he…! Pokoke coment si om_rame… Te…O…Pe…Be…Ge…Te…lah…! Mantrab wal gud-gud…! Big syukron om..!

Kepada semua sahabat blogger mohon maaf jika Sriayu jarang berziarah ke rumah maya sahabat-sahabat. Harap maklum, PR bu guru terkadang lebih banyak dari PR muridnya. Ketika senggang menyapa, justru jaringan yang tidak bersahabat. Yeaahh…beginilah tinggal di kampung friends, teknologi cenderung tidak berhati nurani. Demikian kata sahabat blogger-ku Aan. Hikss…!

Semoga Award ini akan semakin menambah semangat diriku untuk keep posting. Semoga juga postingan yang gentayangan di Sharing is Fun dapat memberikan kontribusi positif bagi siapa saja yang mampir dan menyempatkan diri baca-baca di sini. Sebagaimana motto pemiliknya: "Fastabiqul Khairat". Bagi yang sudah send comment, there’s only one that I wanna say…. Thanks friends….! Jazakillahi Khairan Katsira.
Selengkapnya...

18 Mei 2010

Sang Dermawan dari Dunia Maya



Writing is magic. Ya menulis itu memiliki daya tarik yang luar biasa. Sejarah telah membuktikan betapa banyak hasil tulisan seseorang yang mampu merubah pemikiran dan paradigma orang lain. Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata, La Tahzan-nya Dr. ‘Aidh al Qarni, Ayat-ayat Cinta-nya Habiburrahman, Quantum Learning dan Quantum Teaching-nya Bobbi DePorter, dan masih banyak tulisan-tulisan hasil karya penulis besar lainnya yang telah mampu mengobrak-abrik motivasi hidup berjuta manusia dan memberi spirit kepada sesama. Setiap tulisan tentu memiliki power sendiri-sendiri. Maka ketika saya mengetahui Anazkia aja dengan sponsornya denai hati mengadakan Kontes Blog Berbagi Kisah Sejati, saya pun ingin ikutan. Saya sangat tertarik dengan jargonnya Berbagi Kisah Sejati. Kebetulan saya juga memiliki kisah sejati yang tidak terlupakan seumur hidup saya. Seseorang yang begitu dermawan membaca tulisan saya di dunia maya dan hanya mengenal saya melalui dunia yang serba maya itu begitu percaya menitipkan amanah kepada saya. Sungguh ini adalah training ESQ secara live…!

Berawal dari aktifitas sehari-hari yang selalu berinteraksi dengan ratusan siswa dari berbagai ‘warna kehidupan’ yang berbeda, maka pada tanggal 10 November 2009 saya mem-posting sebuah artikel di blog saya Sharing is Fun yang berjudul Gadis Kecil itu Bernama Halimatussakdiyah. Tulisan ini menceritakan tentang kerasnya kehidupan yang dialami seorang anak yang berasal dari keluarga yang memprihatinkan baik secara ekonomi maupun pendidikan. Apalagi ibu Halimah bisu. Ketika mem-posting tulisan ini tidak ada niat untuk mengekspos kepapaan seseorang ataupun mengundang rasa iba berbagai pihak. Yang ada hanya niat ingin berbagi kisah kehidupan untuk diambil pembelajarannya sehingga kita dapat menjadi manusia yang mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan oleh sang Maha Hidup kepada kita.

Mulanya artikel itu mendapat sambutan komentar pengunjung blog saya biasa-biasa saja, dan tidak begitu ramai. Sampai tepat pada tanggal 23 November, ketika saya sedang membersihkan inbox email, tiba-tiba muncul sebuah email dengan subject Salam Kenal dari seseorang yang tidak begitu saya kenal. Begini isi emailnya:

Apa kabar Bu! Terima kasih telah berkunjung ke blog saya. Saya juga sudah berkunjung ke blog Anda dan telah membaca kisah Halimatussa'diyah yang sangat menyentuh tersebut. Saya ingin membantunya. Bagaimana caranya?

Gubraakkk…! Mata saya terbelalak. Seolah-olah saya tidak percaya dengan apa yang saya baca. Langsung saya beranjak ke TKP, ya tentunya ke blog sendiri… Sharing is Fun. Tepat pada artikel Gadis Kecil itu Bernama Halimatussakdiyah saya lihat ada tambahan komentar. Begini komentarnya teman:

Anonim mengatakan...

Tulisan yang sangat menyentuh, Bu!
Kalau saya ingin membantu halimatusssa'diyah bagaimana caranya?
Senin, November 23, 2009 11:12:00 AM

OMG…tanpa sadar keharuan yang dahsyat menerpa sanubari. Langsung saya reply email tersebut:

Subhanallah... Salam kenal kembali.

Jika Bapak percaya dengan saya, Bapak bisa membantunya dalam bentuk uang dan barang keperluan sekolah. Jika ingin membantu dalam bentuk uang, saya akan kirim no. rek saya tapi confirm dulu. Jika bapak ingin membantu dalam bentuk barang keperluan sekolah nanti saya tanyak dia dulu, keperluan sekolah seperti apa yang dia butuhkan. Supaya bantuan tersebut menjadi efisien dan efektif....

Pak, sungguh ketika saya mengetik email ini, saya tidak mampu menahan keharuan. Allah Maha Adil. Waduh jadi berair ni mata. Nanti saya kirim poto2 rumahnya dan keadaan keluarganya.

Saat itu saya nge-net di warnet. Mata benar-benar basah ketika saya mengetik email tersebut. Saya coba-coba ingat beberapa blog yang saya kunjungi akhir-akhir ini. Sampai saya menemukan kembali blog sang dermawan itu. (Maaf, saya tidak dapat menyebutkan nama beliau, karena ini permintaan beliau untuk dirahasiakan. Beliau tidak ingin publikasi). Beberapa menit setelah email itu saya posting, ya Allah pada menit itu juga saya menerima balasannya:

Terima kasih atas jawaban kilatnya. Saya senang sekali. : Anda tinggal dimana?
Saya ingin membantu Halimatusssa'diyah dalam bentuk :

1. memberinya kursus-kursus yang bermanfaat bagi masa depannya. Bisa kursus komputer, kursus memasak, menjahit, atau apa saja. Sila tanyakan padanya pengetahuan dan ketrampilan apa yang ia ingin kuasai dan cari tahu dimana bisa memperolehnya dan berapa biayanya.

2. buku-buku bacaan. Saya ingin ia membaca buku-buku bermanfaat. Anda bisa membantunya mencari buku-buku yang ia sukai. Kalau ada alamatnya saya mungkin juga akan emngirimkan buku-buku yang bermanfaat baginya.

3. peralatan sekolah yang ia butuhkan dan juga kebutuhan pribadi. Saya ingin ia tampil percaya diri di hadapan teman-temannya.

Saya juga ingin ia bisa berkomunikasi dengan saya baik melalui SMS atau email. Untuk itu ia perlu belajar menggunakan internet. Tolong ajari ia menggunakan komputer dan internet. nanti biaya dari saya.
Tolong kirimkan alamat Anda, no HP, dan no rekening di mana saya bisa mengirim dana. Sykur-syukur kalau ada no rek BCA.

Hu hu hu…. Lengkaplah sudah keharuan ini, kejadian deh tragedy termehek-mehek di warnet. Masih setengah terbengong-bengong, karena masih tidak percaya dengan kenyataan yang ada saya balas email tersebut pada saat yang sama. Saya kirimkan alamat plus nomor HP. Tetapi nomor rekening belum. Selain masih ragu (maafkan saya Pak, jika Bapak membaca kisah ini. Maafkan jika awalnya sempat meragukan niat tulus Bapak), juga karena tidak hafal nomor rekening sendiri. Setelah email dikirim, saya log out dan siap-siap pulang. Karena harus berkemas untuk tugas sore hari. Ya back to school lah. Namun dalam perjalanan pulang, sambil bersepeda pikiran saya masih ke email dari sang dermawan itu. Apa iya..? Apa beliau gak salah kirim…? Menerima amanah di alam nyata itu sih saya sudah biasa, tetapi ini amanah itu datangnya dari dunia maya ? Ah…entahlah…semua pertanyaan muncul begitu saja tanpa bisa dicegah…!

Begitu saya tiba di rumah, HP saya berbunyi. Sebuah SMS masuk. Langsung saya buka… wow….dari sang dermawan. Isinya beliau minta saya segera mengirimkan nomor rekening. Subhanallah…semuanya begitu cepat terjadi. Sehingga saya tidak dapat lagi berpikir secara sistematis. Yang ada di kepala hanya pertanyaan…. Duh…bagaimana ini…?? SMS saya balas dengan pesan bahwa saya ingin sang dermawan berbicara langsung dengan Halimah terlebih dahulu. Nomor rekening tetap masih saya pending.

Keesokan harinya niat itu terlaksana. Setelah Halimah berbicara langsung dengan sang dermawan barulah saya mengirimkan nomor rekening. Kira-kira beberapa jam kemudian, saya terima lagi SMS yang isinya bahwa uang sudah ditransfer sejumlah Rp 500.000,- untuk keperluan sekolah Halimah (sampai saat kisah ini saya posting, beliau sudah memberikan bantuan sejumlah 1 juta). Subhanallah…saya menghela nafas panjang dan tiada henti-hentinya memanjatkan doa syukur. Namun tetap saja di hati masih muncul seribu satu pertanyaan… Mengapa sang dermawan ini begitu percayanya pada saya ? Diera digital, dunia maya yang penuh dengan trik penipuan, krisis kepercayaan dimana-mana, tetapi saya justru mendapat kepercayaan begini mudahnya ? Sambil mikir begitu ya aktifitas termehek-mehek masih berlanjut. Lebay memang. Tetapi saya menyadari semua ini adalah rezeki buat Halimah dan ujian buat saya. Sugguh rezeki itu tidak pernah salah kamar dan selalu datang dari pintu yang tidak terduga-duga.

Sebagai menepati janji dan menambah kepercayaan sang dermawan maka beberapa hari kemudian saya kirimkan poto-poto keadaan rumah Halimah. Itulah poto-poto yang terserak pada postingan ini.

Komunikasi saya dengan sang dermawan pun berlanjut lewat email. Harapan-harapan beliau pun saya penuhi, seperti mengajak Halimah jalan-jalan ke toko buku Gramedia dan membelikan dia buku-buku yang ia sukai. Melengkapi keperluan sekolahnya dan lain-lain. Yang belum saya penuhi adalah mendaftarkan Halimah ke salah satu kursus, karena Halimah belum memberikan jawaban yang pasti kursus apa yang dia inginkan, dan menyediakan fasilitas email untuk berkomunikasi dengan sang dermawan.

Hingga detik ini, ketika saya mengetik tulisan ini, saya belum pernah bertemu dengan sang dermawan tersebut. Yang saya tahu beliau tinggal di Balik Papan, Kalimantan. Tetapi komunikasi masih berlanjut lewat email. Saya jadi teringat dengan sebaris kata-kata yang terdapat pada novel Tetralogi Laskar Pelangi, yang berjudul Edensor:

Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis dan sporadis,
namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistic yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan
bahwa tak ada hal sekecil apa pun terjadi karena kebetulan.
Ini fakta penciptaan yang tak tebantahkan.

- Diinterpretasikan dari pemikiran agung Harun Yahya -

Begitu juga dengan Halimah. Jika dahulu ia bersekolah dengan hati gundah karena memikirkan biayanya, sekarang Halimah sudah dapat bersekolah dengan gembira. Apa yang dialami Halimah merupakan desaign kehidupan yang tidak seorangpun dapat menduganya. Allah SWT adalah Maha Adil. Ada orang yang membuang anak, tetapi ada juga yang memungut anak, ada orang yang tidak perduli dengan pendidikan anaknya sendiri, tetapi justru ada juga yang perduli bukan hanya dengan pendidikan anaknya sendiri, melainkan juga dengan pendidikan anak orang lain. Begitu banyak orang jahat di dunia ini, tetapi tidak sedikit pula orang baik di dunia ini. Life is balance. Semoga orang-orang baik seperti sang dermawan ini selalu mendapat lindungan dan keberkahan hidup dari Allah SWT, dan semoga juga Allah SWT selalu menjaga hatiku untuk tetap istiqomah dalam menjaga amanah. Amin…!!
Selengkapnya...

13 Mei 2010

Quantum Learning (Part Six)



Teori Kecerdasan Ganda

Sejauh mana kita mengenal diri sendiri? Apakah kita telah mampu mengidentifikasi apakah kita cenderung berpikir dengan mengandalkan otak kiri atau otak kanan? Apakah kita juga telah mengenal kecenderungan modalitas belajar kita? Visual, Auditorial, Kinestetik, atau gabungan ketiganya? Jika semua pertanyaan itu telah mampu kita jawab, mari kita lanjutkan dengan menyeimbangkan kekuatan pikiran yang menuju munculnya kecerdasan ganda.

Ketika kita telah mengetahui cara berpikir kita, maka kita akan menjadi pemikir yang lebih seimbang dengan sesekali memaksa diri untuk menggunakan cara berpikir dan menyerap informasi yang kurang sesuai bagi kita. Ned Herrman seorang ahli dalam dominasi otak mengajukan beberapa latihan untuk membantu mengembangkan kuadran-kuadran yang tidak begitu kita sukai. Maksudnya yang bertentangan dengan cara berpikir kita. Berikut adalah latihan-latihan yang dianjurkan beliau:

1. Jika Anda adalah Pemikir Dominan Otak Kanan

• Pelajarilah bagaimana sebenarnya cara kerja mesin yang sering Anda gunakan.
• Aturlah foto-foto anda ke dalam album
• Usahakanlah untuk tepat waktu sepanjang hari
• Aturlah pengeluaran pribadi
• Rangkaikanlah rakitan model berdasarkan instruksi
• Bergabunglah dengan klub investasi
• Atasi masalah yang ada dan analisis bagian-bagian utama.
• Belajarlah untuk mengoperasikan komputer pribadi
• Tulislah tinjauan kritis terhadap film favorit anda.
• Aturlah buku-buku Anda menurut urutan jenisnya.

2. Jika Anda adalah Pemikir Dominan Otak Kiri

• Usahakanlah untuk memahami perasaan binatang peliharaan Anda
• Temukan resep masakan dan siapkanlah
• Bermainlah dengan tanah liat dan temukan hakikatnya
• Buatlah lima ratus foto tanpa mengkhawatirkan biayanya.
• Ciptakan logo pribadi anda
• Kemudikan mobil “ke mana saja” tanpa merasa bersalah.
• Bermain-mainlah dengan anak-anak Anda dengan cara yang mereka inginkan (jika belum punya anak….ya main dengan anak orang lain lah.. he he he… ini apresiasi ku saja temans)
• Sisihkan waktu jeda “perasaan” sepuluh menit setiap hari.
• Pasang musik yang anda suka ketika Anda ingin mendengarkannya.
• Alami spiritualitas Anda dengan cara non-religius.
• Ambilah “belokan keliru” dan telusurilah lingkungan yang baru.


Menurut Ned Herrman jika kita ingin mengukur seberapa besar kita dapat mengendalikan dominasi otak kita, maka cobalah untuk melakukan beberapa aktivitas ini selama dua atau tiga minggu, lalu lakukan tes lagi. Eiiittsss…ini saran beliau lo, bukan saran ku. He he he…! Do You wanna try…? Just do it…!

Orang-orang berbakat tampaknya dapat belajar dengan cara yang sama baik secara visual, auditorial, dan kinestetik (Aiihhh…kok tiba-tiba jadi inget om_rame ya….? Kan beliau tu yang ngaku-ngaku gabungan dari 3 komponen itu… berarti om_rame…. B**B***T…! Sengaja gak dilengkapi… Ntar ‘terbang’ doi… hi hi hi..!). Mereka lebih seimbang dalam menggunakan belahan otak kanan dan otak kiri. Kita dapat meningkatkan kemampuan kita untuk belajar dan berhubungan dengan orang lain dengan mengembangkan modalitas yang paling tidak kita sukai. Karena pada dasarnya tidak ada satu cara berpikir atau modalitas mana pun yang lebih baik atau lebih buruk daripada yang lainnya. Mereka hanya berbeda saja. Setiap cara dapat berhasil. Kuncinya menyadari yang mana yang paling berhasil untuk kita, dan juga mengembangkan yang lain-lainnya.

Referensi:

Bobbi DePorter & Mike Hernacki, Quantum Learning, Penerbit Kaifa PT Mizan Pustaka, Bandung, Cet. XXVII, 2009.
Selengkapnya...

8 Mei 2010

Quantum Learning (Part Five)


Mengenal VAK

Setiap aktifitas yang kita lakukan biasanya membutuhkan modal. Minimal modal kemauan. Begitu juga dengan belajar. Hal inilah yang disebut Modalitas Belajar (Learning Modalities). Modalitas Belajar (Learning Modalities) adalah cara-cara terbaik yang ditempuh oleh seseorang ketika dia sedang belajar. Atau secara sederhana adalah gaya belajar seseorang. Untuk menyerap sebuah informasi setiap orang memiliki style (gaya/cara) masing-masing. Ini sifatnya unik dan tidak dapat dipaksakan kepada seseorang untuk menggunakan gaya tertentu.

Secara umum ada 3 Modalitas belajar seseorang, yaitu Visual (Belajar dengan cara melihat), Auditorial (Belajar dengan cara mendengar) dan Kinestetik (Belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh).

A. Ciri-ciri orang-orang Visual:

1. Rapi dan teratur
2. Berbiara dengan cepat
3. Perencanaan dan pengaturan jangka panjang yang baik
4. Teliti terhadap detail
5. Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi
6. Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka
7. Mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar
8. Mengingat dengan asosiasi visual
9. Biasanya tidak terganggu oleh keributan
10. Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya.
11. Pembaca cepat dan tekun
12. Lebih suka membaca daripada dibacakan
13. Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek
14. Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat
15. Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
16. Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak
17. Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato
18. Lebih suka seni daripada music
19. Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata
20. Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan

B. Ciri-ciri Orang Auditorial

1. Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
2. Mudah terganggu oleh keributan
3. Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
4. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
5. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara
6. Merasakan kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
7. Berbicara dalam irama yang terpola
8. Biasanya pembicara yang fasih
9. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat
10. Suka bebicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar
11. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain.
12. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
13. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

C. Ciri-ciri Orang Kinestetik

1. Berbicara dengan perlahan
2. Menanggapi perhatian fisik
3. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
4. Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
5. Selalu berorientasi pada fisik dan banyak gerak
6. Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
7. Belajar memulai memanipulasi dan praktik
8. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
9. Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
10. Banyak menggunakan isyarat tubuh
11. Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama
12. Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah berada di tempat itu
13. Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
14. Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
15. Kemungkinan tulisannya jelek
16. Ingin melakukan segala sesuatu
17. Menyukai permainan yang menyibukkan

Nah sekarang mulailah mengidentifikasi yang manakah modalitas belajar anda ? Bagi seorang pendidik mengidentifikasi ketiga cirri-ciri ini pada diri peserta didik akan menemukan keasyikan tersendiri. Karena setiap peserta didik memiliki keunikan masing-masing.

Referensi:

Bobbi DePorter & Mike Hernacki, Quantum Learning, Penerbit Kaifa PT Mizan Pustaka, Bandung, Cet. XXVII, 2009.
Selengkapnya...

6 Mei 2010

Tiga Award Dari Maulana Firmansyah




Memang asyik ya jika teman yang ulang tahun, tetapi kita yang kebagian kado Award…he he he. Ya sahabat blogger ku yang bernama Maulana Firmansyah alias Aan yang meng-create weblog Coretanku dan A Question 2 Mei 2010 kemarin ulang tahun. Begitu juga dengan blog-nya genap satu tahun berkibar. Di hari bahagianya, beliau juga berbagi kebahagiaan dengan menganugerahkan tiga award kepada Sharing is Fun, my lovely blog (sengaja menggunakan kata ‘menganugerahkan’, supaya dramatis aja… wkkk…!)


Tiga award tersebut adalah:

"Blog Walking Award"
"The Best Coment Award "
“The Best Follower Award”

Terimakasih sobat, bagiku Award-award ini sebagai symbol support darimu untuk terus eksis di dunia maya. Saling berbagi segala sesuatu yang bermanfaat untuk perbaikan diri siapa saja yang mengunjungi rumah maya kita umumnya, dan rumah mayaku khususnya (halaaahhh jadi lebay deh bahasanya..)

Khusus buat Maulana Firmansyah alias Aan, usia adalah anugerah. Ada 4 metode dalam menghitung usia. Metode penjumlahan (cara anak TK), metode pengurangan (metode yang sedikit lebih dewasa), metode perkalian (metode yang cerdas), dan metode pembagian (metode yang bijaksana). Silahkan pilih mau menggunakan metode yang mana.

Oya, sebagai sahabat yang cukup pengertian (harap maklum, narcis lagi kumat…hue he he he), semoga segera menemukan jawaban yang bijak jika your mom mengajukan pertanyaan sepihak…. “kapan n***h..?” Ha ha ha ha..!

Okelah kalo begeto… akhirul kalam… Big syukron friend for everything…and God Bless You….!!
Selengkapnya...