MOHON MAAF, PELAWISELATAN DOT BLOG SPOT DOT COM SEDANG DALAM PROSES RENOVASI. HARAP MAKLUM UNTUK KETIDAKNYAMANAN TAMIPLAN. Semoga Content Sharing Is Fun Memberikan Kontribusi Positif Bagi Pengunjungnya. Semua Artikel, Makalah yang Ada Dalam Blog Ini Hanyalah Sebagai Referensi dan Copast tanpa menyebutkan Sumber-nya Adalah Salah Satu Bentuk Pelecehan Intelektual. Terimakasih Untuk Kunjungan Sahabat

2 Mei 2013

Hardiknas 2013; HOPE

Tahun 2013 adalah tahun yang cukup fenomenal bagi dunia pendidikan Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang tidak fokus pada akar permasalahan pendidikan semakin terpampang nyata. Mulai dari pelaksanaan Uji Kompetensi Guru (UKG) yang ‘unik’. Kompetensi profesioanal dan kepribadian guru diuji melalui multiple choice. Agar terkesan ‘canggih’ dilaksanakan secara on line. Penyaluran dana BOS dan TPP yang mandeg. Pembubaran RSBI yang cenderung diskriminatif. Wacana Kurikulum 2013 dengan redaksi Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang membuat sebagian guru geleng kepala karena sungguh bermuatan ‘sense of humor’ yang ‘luar biasa’. Sebagai puncaknya adalah pelaksanaan Ujian Nasional (bahkan ada yang memplesetkannya menjadi Ujian Gagal Nasional) yang sungguh ‘menguras’ ‘energi’ semua pihak. Bukan hanya ranah pendidikan tetapi sudah menyentuh ranah politik. Sehingga Gubernur/walikota, bupati, camat apalagi Kepala Dinas turut ‘gegap gempita’. Ujian Nasional telah ‘berhasil’ membentuk mind set anak bangsa (bahkan sebahagian guru) bahwa sekolah adalah untuk menjawab sejumlah soal agar lulus UN, bukan untuk mengembangkan kreatifitas. Kreatifitas versi UN adalah mampu menghitamkan bulatan dengan rapi dan menentukan jawaban yang benar di antara a,b,c atau d.  
Salah satu tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia ini adalah untuk mencerdaskan bangsa. Jadi mikir kecerdasan yang bagaimanakah yang diinginkan dengan kebijakan-kebijakan ‘unik’ itu? Apakah hanya sebatas kecerdasan dalam menentukan a, b, c atau d sajakah? Sungguh kebijakan-kebijakan tersebut nggak nyambung. Lebih nggak nyambung lagi jika dihubungkan dengan tema Hardiknas tahun ini: Meningkatkan Kualitas dan Akses Berkeadilan. Kualitas apa yang diharapkan dari penilaian yang hanya mengandalkan multiple choice. Akses Berkeadilan yang mana yang dapat diharapkan dari tidak meratanya pembanguan infra struktur pendidikan. Masih banyak siswa pendidikan dasar yang harus bertaruh nyawa hanya untuk tiba di sekolah. Belum lagi pelabelan sekolah regular, SSN, Unggulan dan lain sebagainya. Kemudian diskriminasi terhadap ilmu pengetahuan dengan mem-feto mata pelajaran B.Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA sebagai exit exam di pendidikan dasar dan menengah.
Tulisan ini tidak bermaksud berkeluh kesah tentang semua keadaan itu. Segala keluh kesah tidak akan menyelesaikan permasalahan. Namun ‘kekuatan’ diri untuk merubah kebijakan-kebijakan ‘unik’ tersebut tidaklah memadai. Tapi jangan putus asa. Masih ada HOPE. Seperti kata Dahlan Iskan, dengan HOPE kita masih bisa bangkit. Maka pada Hardiknas 2013 ini, HOPE yang bersemayam di lubuk hati terdalam adalah semoga:  
  1. Ruh pendidikan Ki Hajar Dewantara dan KH Ahmad Dahlan bangkit kembali dalam reinkarnasi sosok Mendikbud yang benar-benar pernah mengajar di jenjang pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi. Agar ia benar-benar memahami apa permasalahan krusial di lapangan.
  2. Pendidikan tidak lagi diintervensi oleh politik yang lebih mengutamakan prestise dari pada prestasi. Lebih mengutamakan angka-angka statistik yang tidak jelas kevalidannya. 
  3. Pendidikan tidak lagi mengkotak-kotakkan ilmu mana yang lebih penting. Karena apa pun ilmu yang dipelajari pada dasarnya bertujuan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. 
  4. Pendidikan tidak lagi dibatasi oleh kompetensi-kompetensi tertentu yang dianggap penting oleh pihak-pihak tertentu. Biarkanlah anak mengembangkan kompetensinya sesuai dengan keunikan kecerdasan (multiple intelligence) yang dianugerahkan sang Maha Pencipta kepadanya. (Stop UN sebagai exit exam). Guru hanya memfasilitasi anak untuk menemukan kompetensi dirinya yang sesungguhnya agar ia dapat menjadi anak yang bermanfaat bagi sekelilingnya. 
  5. Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) lebih selektif dalam proses meng-create tenaga pendidik. Karena mereka lah yang menjadi ujung tombak pendidikan negeri ini, bukan kurikulum yang gonta-ganti dengan biaya yang aje gile. Apa pun kurikulumnya toh ujung tombak adalah guru. Bukan berarti kurikulum harus statis, hanya saja perubahan kurikulum memang benar-benar berorientasi pada penyelesaian masalah bukan hanya menambah masalah baru.
Selamat Hari Pendidikan Nasional. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita untuk lebih bijak dalam mendidik anak bangsa. Semoga juga kita selalu memiliki semangat belajar yang tinggi, belajar untuk menjadi pendidik yang benar-benar Ing madyo mangun karso, Ing ngarso sung tulodo, Tutwuri Handayani. Amin Selengkapnya...