Satu lagi newsletter dari sekolah orang tua yang ingin saya share di sini. Jauh di sudut hati berbisik....Andaikan Mendiknas kita membaca ini... tentu saja tidak sekedar membaca, tetapi menelaah lebih dalam lagi.... Akankah hatinya tergerak mempertimbangkan untuk tidak meneruskan sistem kelulusan ala UN yang sungguh melanggar HAM itu ? Bagi yang sudah baca mungkin kita bisa discuss di kotak komentar, tetapi bagi yang belum baca..... monggo... baca aja... Nothing to lose lah. He he he....
-------------------------------------------------------------------------------------
Apapun yang dicapai anak kita memiliki harga tertentu. Maka hargailah apapun yang telah ia capai
Penghargaan adalah buah manis dari perhatian. Saat kita memperhatikan maka kita akan dapat lebih mudah menghargai.
Sayangnya, seringkali penghargaan disamakan dengan keberhasilan yang didapat. Perlu kita ingat bersama penghargaan tidaklah sama dengan pencapaian yang didapat apapun hasil pencapaiannya. Jika kita memiliki persepsi bahwa penghargaan sama dengan pencapaian yang positif maka saat tidak berhasil sesuai standar maka tidak ada penghargaan. Atau ketiadaan penghargaan akan diartikan kegagalan.
Sekarang, jika kita mengubah sedikit persepsi tentang keberhasilan dengan memandang bahwa keberhasilan adalah bagian dari sebuah proses maka kita akan lebih mudah untuk menghargai proses yang telah ditempuh, apapun hasilnya. Bukankah begitu?
Seorang anak berusia 6 tahun ingin memberikan kejutan di hari ulang tahun ibunya. Pukul 05.00, ia sudah bangun untuk menyiapkan kejutan berupa sarapan roti panggang buatannya. Si ibu mendengar keributan di dapur dan bangun kemudian turun mengendap-endap menuju dapur. Ia memperhatikan bagaimana anaknya berusaha dengan hati-hati dan pelan-pelan menghias meja makan dengan bunga buatannya yang telah disiapkan sehari sebelumnya, mengatur peralatan makan dan kartu ucapan ulang tahun diletakkan didepan kursi ibunya. Kemudian si ibu memperhatikan bagaimana si anak memanggang rotinya. Namun sayangnya hasilnya tidak sesuai harapan si anak dan akhirnya ia mencoba terus. Akibatnya, dapur menjadi kotor dan semua roti serta selai habis dipakai. Dan… tidak ada satupun roti panggang yang terpanggang dengan sempurna. Si anak menjadi sedih dan duduk memandangi roti buatannya.
Melihat hal itu, si ibu bergegas turun ke dapur dan berpura-pura baru bangun tidur. Ibu langsung memekik kaget, berpura-pura terkejut melihat meja makan yang telah diatur dengan sangat rapi dan indah oleh sang anak. Ibu mengucapkan terima kasih dan memberikan ciuman kepada si anak. Hati si anak agak terhibur dan dia memberikan roti tidak sempurnanya kepada ibu. Sang ibu memakan hingga habis dan mengatakan bahwa roti buatan si anak merupakan roti terenak karena memiliki bumbu cinta.
Dari cerita sederhana ini kita bisa menarik pelajaran berharga bahwa si ibu berfokus pada hal yang dapat dikerjakan oleh si anak, walaupun si ibu tahu hasilnya tidak sesempurna jika ia mengerjakannya sendiri. Ibu menghargai setiap hasil terkecil apapun yang diberikan anaknya kepada dirinya. Dan si anak merasa sangat dihargai dan hasil akhirnya ia merasa dicintai oleh ibunya.
Bagaimanakah dengan anak-anak kita yang “memanggang” ulangannya terlalu “hangus” di sekolahnya? Apakah yang kita lakukan dengan “ulangan panggang yang hangus” tersebut? Sudahkah kita menghargai prosesnya ataukah semata-mata hasilnya? Kalimat yang kita ucapkan menanggapi “ulangan panggang yang hangus” menentukan pemaknaan yang diberikan anak!
Tahukah Anda bahwa pernyataan seperti :
* “Oke … tak apa ulanganmu jelek. Lupakan saja dan belajar kembali … besok masih ada kesempatan kok. Besok pasti lebih baik!” atau
* “Ibu kan sudah beritahu kamu kemarin untuk belajar dan kamu tidak mau dengar. Nah sekarang beginilah hasilnya. Lain kali kamu mau kan belajar?” atau …
* “Apa sih Nak yang kamu belum mengerti? Kan kemarin kamu sudah belajar dan latihan. Ayo ayah / ibu bantu untuk menerangkan yang kamu belum mengerti!”
masih akan dianggap anak sebagai bentuk penolakan atas dirinya yang dipicu dari perasaan kurang dipahami? Yaaa … betul Anda tidak salah baca semua tanggapan di atas – yang nampaknya baik dan bijaksana – masih bisa memicu perasaan kurang dipahami dalam diri anak. Apalagi tanggapan yang kasar seperti :
* “Dasar pemalas! Mulai besok kamu hanya boleh main video game hari minggu selama 1 jam saja! Titik!”
* “Nih lihat hasil ulangan kamu dimana kamu kemarin malas belajar! Ayah dan Ibu tak mau tanda tangan ini! Biar kamu dihukum guru di kelas!”
atau mungkin yang lebih kasar dari yang diatas yang sering terucap dengan maksud memotivasi anak – semuanya jelas malah merusak harga diri anak-anak tercinta kita!
Kunci dari semua itu adalah mengungkapkan pernyataan yang memenuhi 3 kebutuhan dasar semua manusia yaitu : rasa aman, persetujuan / perasaan dicintai dan otonomi diri.
Ketiga kebutuhan itu mendasari semua motivasi dalam bertindak pada semua umat manusia tidak peduli apakah dia laki atau perempuan, beragama ataupun tidak, berkulit kuning, hitam ataupun sawo matang , cacat ataupun tidak, dan memiliki pendidikan tinggi ataupun rendah. Semua motivasi berakar dari ketiga kebutuhan dasar tersebut. Itulah faktor penentu harga diri seseorang.
-------------------------------------------------------------------------------------
Kutipan artikel di atas bersumber dari newsletter yang saya terima dari www.sekolahorangtua.com
2 November 2009
Andaikan Mendiknas Membaca Ini...!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Setuju 100% untuk menghapus Sistem UN...UN=intimidasi siswa
BalasHapusKalo menurut saya yg dihapus 'aturan main' kelulusannya itu Sep.... Evaluasi Akhir (UN) masih diperlukan.
BalasHapusAnyway....tengkiu ya... Comment na...!!
BTW...makin kreatif aja dirimu di dunia maya young man. Salut. Keep moving
maksudny sya juga seperti itu bu, hehehe...
BalasHapusyang penting kan "proses" bukan "nilai" ya mba..
BalasHapusYap...setuju banget. 100 untuk dek Aan.
BalasHapusmakasi sdh mampir. keep intouch
wow..artikel bermanfaat sekali sis.thanks sharingnya.
BalasHapusWah...artikel bagus banget nich...apalagi buat mendiknas dan seluruh jajarannya...wajib tuch hukumnya....
BalasHapus