Bangun pemudi pemuda Indonesia
Tangan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Sudi tetap berusaha jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara trus kerja keras
Hati teguh dan lurus pikir tetap jernih
Bertingkah laku halus hai putra negri
Bertingkah laku halus hai putra negri
Tangan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Sudi tetap berusaha jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara trus kerja keras
Hati teguh dan lurus pikir tetap jernih
Bertingkah laku halus hai putra negri
Bertingkah laku halus hai putra negri
Bait-bait lagu di atas mengingatkan saya pada masa-masa SMA. Bangun pemudi-pemuda karangan C. Simanjuntak ini termasuk lagu favorit saya jika latihan paduan suara. Dengan hentakan stakato-nya, aura spirit terasa hingga ke relung jiwa. Lagu-lagu nasional kita memang sungguh ‘bernyawa’.
Apalagi waktu itu guru kesenian kami Ibu Dra. Yoyok Juriah, guru cerdas yang begitu menguasai bidangnya. Bagi beliau membagi-bagi suara sopran, alto, tenor dan bas, seperti bagi-bagi snack saja. Ingat masa-masa itu, aiihhh…ingin rasanya mengulang kembali.
Tetapi akhir-akhir ini ada yang mengusik di hati. Banyak murid-murid saya yang tidak mengenal lagu-lagu nasional. Bahkan ada yang tidak hafal lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ketika hal ini saya bicarakan dengan beberapa teman yang mengajar di sekolah lain, bahkan di sekolah yang berstatus SSN (Sekolah Standar Nasional), mereka juga menyampaikan hal yang sama. Seketika jadi mikir, adakah yang keliru…? Sehingga semua jadi begini? Apakah ini juga akibat dari pendidikan? (Semoga ini hanya kasuistik, teman).
Memang kita tidak dapat mengukur jiwa nasionalis seseorang hanya dari sebuah lagu. Tetapi melalui lagu kita dapat membangkitkan semangat nasional seseorang. Betapa inginnya membangkitkan semangat nasionalis itu untuk melawan gaya hidup hedonisme yang mulai menggerogoti anak negeri. Melawan kemusykilan kenyataan dinamika pendidikan yang sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya. UN sebagai exit exam… Terperdaya dengan persentase keberhasilan UN yang mencapai 99,xxx%. Sudah kredibel katanya. Oh angka-angka… ternyata semuanya bisa dipuaskan sebatas angka-angka. Lalu bagaimana sarana dan prasarana yang masih serba minimalis? Tenaga pendidik yang masih perlu di up grade? Belum lagi melawan carut-marut dunia olah raga, sehingga ajang PSSI-pun harus dipolitisasi. Ah..terlalu banyak sebenarnya yang ingin dilawan. Kalau sudah begini kembali hati ingin mendendangkan lagu di atas. Sungguh bernyawa…!
Semoga di 20 Mei 2011 ini, masih bisa diri ini menemukan kobaran-kobaran nyali kebangkitan nasional. Seperti gemuruh kobaran semangat kebangkitan yang dicetuskan bung Tomo seratus tiga tahun yang lalu, seperti dinamika retorika Soekarna di masa lalu. Seperti denyut nadi Sudirman yang enggan terhenti hanya karena rongrongan penyakit dan desingan peluru. Yang pasti seperti bangsa yang tidak pernah melupakan jasa-jasa para pahlawannya. Bangsa yang menghargai sejarah. Kita pun akan menjadi bagian dari sejarah. Oleh karena itu tugas kita adalah untuk mengukir sejarah yang lebih indah. Sebagai warisan untuk generasi mendatang. Semoga yang Maha Memberi Petunjuk selalu memberi kemudahan kepada kita untuk B..A..N..G..K..I..T …!! Bangkit mengganyang kebodohan dan ke-naif-an…!
Salam Kebangkitan Nasional ke-103,..!!
MANTAP!!!BANGKITLAH NEGERIKU!!!BANGKITLAH INDONESIAKU!!!
BalasHapus....
BalasHapusTak usah banyak bicara trus kerja keras
...
Teruslah berbicara, buat apa kerja keras?
...
maaf kalau beda, yah bunda sayang!
I'm just a bad guy 4 good reasons, I think
Indonesia bangkit korupsi malah merajalela ... hadeeeew
BalasHapusWIDIHHH... PESIMIS AMAT. KALO KITA TRUS2AN PESIMIS, KITA BAKALAN MAKIN MUNDUR...
BalasHapusSalam Kebangkitan dari Klaten :)
BalasHapus