Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Pepatah ini sangat familiar dikalangan masyarakat kita. Sejak SD saya sudah mengenal pepatah ini dan sejak SD pula saya rada ‘protes’ dengan semboyan ini. Mengapa ? Karena itu semboyan sepertinya pasang ‘harga mati’ betul. Weleh-weleh harus siap-siap neh bakal ada yang protes balik. He he he…!!
Kawan…lihatlah poto rumah di atas. Apa yang ada di dalam pemikiran kawan ? Rumah sederhana di ujung desa yang nyaman. Setidaknya lebih nyaman dari pada rumah-rumah di kolong jembatan ataupun di bantaran sungai-sungai yang siap-siap terancam longsor lalu hanyut akibat tergerus aliran air sungai yang meluap ketika musim penghujan tiba.
Tapi bukan hal itu yang ingin saya share di sini.
Di rumah tersebut tinggalah seorang remaja usia 19 tahun tetapi masih duduk di kelas XI MAN (Persiapan) Besitang Jurusan IPA (menurut pengakuannya ia terlambat masuk sekolah dulu, mungkin karena ketiadaan biaya). Namanya Muhammad Syarif Hasibuan (yang memakai kaos kuning bertuliskan SWEDIA, disampingnya adalah ayah dan ibunya). Saya jumpa dan kenal Syarif pertama kali (begitu dia biasa dipanggil) dalam sebuah kegiatan di bulan Ramadhan 1430 H yang lalu (seperti apa kegiatan tersebut silahkan baca disini).
Kehidupan keluarganya jauh dari mencukupi, ayahnya bekerja sebagai buruh kebun sawit yang sehari-hari membersihkan rumput-rumput di sekitar tanaman sawit. Sedangkan ibunya adalah Ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurusi kebutuhan keluarga. Tetapi dengan segala keterbatasan fasilitas hidup tersebut Syarif mampu bersaing prestasi dengan murid-murid lain yang fasilitas kehidupannya jauh lebih baik dari dirinya.
“Asset agama yang terabaikan,”…… begitu komentar sahabat saya, Bapak M. Syaiful Amri, S.Pd.I (silahkan baca profile beliau disini dan disini) tentang Syarif. Ya, Syarif memiliki beberapa prestasi yang patut diperhitungkan. Diantaranya dia adalah Ketua OSIS di MAN (Persiapan) Besitang, selalu menduduki posisi nomor satu atau dua dikelasnya, dan sebagai Qori yang diperhitungkan untuk tingkat Kabupaten, terutama untuk kategori Fahmil Qur’an dan Syarkhil Qur’an.
Lantas apa hubungannya dengan pepatah yang saya sebut di awal tulisan ini? Begini, beberapa bulan yang lalu Syarif mendapat cobaan dari Allah SWT. Ia jatuh sakit sampai-sampai bobot badannya turun drastis. Ibunya sudah berusaha merawat dengan kemampuan yang ada tetapi Syarif tidak sembuh juga. Syarif yang aktif di sekolah tentu saja menjadi perhatian guru akan ketidak hadirannya karena sakit tersebut. Ketika gurunya menjenguk, kondisinya sangat mengkhawatirkan. Tapi Tuhan memang adil. Syarif memiliki guru-guru yang peduli dengan dirinya. Berkat inisiatif para guru Syarif di bawa ke rumah sakit Adam Malik di kota Medan. Diagnose dokter sungguh mengejutkan. Syarif mengalami gangguan paru-paru serius. Hampir dua minggu ia dirawat di sana. Syarif dirawat dengan menggunakan fasilitas Askin. Selama perawatan ia ditemani ibunya dan Bapak M. Syaiful Amri, S.Pd.I yang juga gurunya. Setiap pulang kuliah (beliau sedang menyelesaikan Pasca Sarjana-nya di IAIN Sumatera Utara), Pak Syaiful selalu menyempatkan mampir ke Rumah Sakit Adam Malik, bahkan terkadang menginap di rumah sakit, menjaga Syarif. Jika temans pernah membaca novel Ayat-ayat Cinta tentu teman mengenal sosok Fahri. Ada persamaan karakter antara Fahri yang produk fiktif Habiburrahman dengan Syaiful yang sosok nyata produk Allah SWT. Sama-sama berdakwah bukan dengan kata-kata, tetapi dengan perbuatan… Yap…Talk Less Do More. (tapi cuma itu saja lo persamaannya, selebihnya beda semua. Ha ha ha….). Termasuk karakter langka ya untuk ukuran abad ini ? Duuuhhhh….semoga jika dirimu membaca artikel ini tetap ‘down to earth’ my friend. He he he… (kata sobat blogger aan yang kayak gini ‘berlebaian’. Whatever you say lah friend…. He he he. Pokoke all out abiiizzz….!).
Sekarang Syarif harus menjalani berobat jalan. Setiap 10 hari sekali ia harus check up kesehatannya di rumah sakit Adam Malik Medan. Selama proses berobat jalan tersebut Syarif masih diurusi oleh Bapak Syaiful. Mulanya pihak rumah sakit menggratiskan biaya obat tersebut. Tetapi beberapa hari yang lalu ada satu jenis obat yang harus ditebus sendiri di apotik. Ini berarti tambahan biaya yang harus ditanggung keluarga Syarif yang untuk makan sehari-hari saja mereka sudah cukup pas-pasan. Saya yakin Bapak Syaiful tidak hanya membantu dari segi moril tapi juga materil. Satu contoh keteladanan dari seorang guru muda yang layak dicontoh oleh guru manapun. Walaupun beliau tinggal di kampung tetapi mentalnya metropolitan. Bukankah banyak pemuda yang tinggal di metropolitan tapi mentalnya justru kampung-an….???
Walaupun kondisi kesehatan Syarif terganggu, ia tidak gampang nyerah. Semangat belajarnya tidak pernah surut. Hal itu terbukti dengan prestasi belajarnya semester ganjil kemarin. Hampir sebulan lebih Syarif tidak masuk sekolah ( 38 hari), tetapi ia mampu mengejar pelajaran yang tertinggal. Bahkan beberapa minggu yang lalu, Syaiful sempat berkomentar kepada saya… “Heran lihat anak itu, hampir sebulan lebih dia tidak sekolah, tetapi hasil ujian pelajaran Sejarah justru nilai dia yang paling tinggi….!”
Hanya saja Syarif yang biasanya menempati peringkat 1 atau 2 di kelasnya, semester kemarin dia harus puas dengan menempati posisi 12 di kelasnya. Bisa dimaklumi ketika mid semester Syarif absen, karena masih di rumah sakit dan ketika ujian praktek olah raga, dia harus memenuhi jadwal check up ke Adam Malik Medan. Hal ini suatu bukti bahwa sekalipun tubuh terganggu kondisinya, tetapi karena Syarif memiliki jiwa yang kuat maka ia mampu bertahan. Toh peringkat 12 masih lebih baik dibandingkan teman-temannya yang lain yang kondisi kesehatan dan fasilitas hidupnya jauh lebih baik dari dirinya.
Terakhir ketika saya berkunjung ke rumah Syarif kondisinya sudah mulai baikan, hanya saja masih sering batuk-batuk. Ada rasa miris di hati melihat keadaan rumahnya. Kondisi rumah tersebut sangat tidak mendukung buat Syarif untuk segera pulih kesehatannya. Lantai tanah yang lembab, dinding tepas (dari bambu) yang membuat angin malam dengan gampang menyusup ke dalam rumah dan tidur yang hanya beralaskan tikar. Ya begitulah keadaannya. Tetapi ia selalu menyambut saya dengan senyum setiap saya berkunjung ke sana. Senyum yang penuh rasa optimis menghadapi kerasnya kehidupan. Never give up..!!
Hanya saja jika ditanya apa cita-citanya ia terdiam (pada dasarnya memang anaknya pendiam). Lalu menjawab….. “Belum tau…..!!” Walaupun tetap senyum, tetapi sorot matanya seolah-olah bicara…… “Setelah tamat Aliyah, saya tidak tau lagi apakah masih bisa sekolah ?”
Kawan, dipelosok-pelosok kampung di daerah, banyak anak yang seperti Syarif. Walaupun jargon pendidikan murah dimana-mana didengungkan, tetapi tidak buat Syarif. Baginya pendidikan seperti bulan, dan dia adalah pungguknya. Tetapi pungguk yang bijak, tidak akan takut merajut mimpinya Syarif…!! Where is the will, there is the way. Semoga Allah memberi peluang kepadamu untuk meraih mimpi-mimpimu. Mimpi yang tidak pernah kamu ucapkan pada siapapun. Tapi saya yakin, kamu pasti memiliki mimpi itu. Ya bermimpilah seperti Sang Pemimpi.
Atas dasar satu fakta ini kawan, saya semakin ‘protes’ dengan semboyan di awal tulisan ini. Semboyan tersebut terbantahkan dengan pernyataan berikut ini:
“Bila Jiwa itu besar,
Sesungguhnya fisik tak akan
Mampu meladeninya…”
(by Solikhin Abu Izzudin, from Zero to Hero)
Sesungguhnya fisik tak akan
Mampu meladeninya…”
(by Solikhin Abu Izzudin, from Zero to Hero)
Tulisan yang menggugah rasa kemanusiaan bahwa di negeri kita ini akses kesehatan masih belum semuanya menjangkau masyarakat bawah yang hidup pas-pasan dan tinggal di pelosok desa.
BalasHapusNamun dari foto yang tampak dalam postingan itu rumah Syarif sudah pakai listrik ya?
nice post sobat.
BalasHapusterkadang sehat pun belum tentu kuat..mungkin tertimpanya musibah dapat membuaktikan seseorang itu kuat atau tidak. dan harus disadari..apapun musibah yang menimpa kita.pastilah kita mampu menghadapinya.
BalasHapussudah lama saya menunggu postingan yang sperti ini. terima kasih dah berbagi.
BalasHapusjika hati, otak. dan fikiran tak selalu menurutkan nafsu, menjadi super lah orang itu. dan mampu kiranya mencapai semua keinginan, walau dalam keadaan fisik yang lemah.
BalasHapussungguh cerita yang sangat menarik...
BalasHapusSip....
jiwa yang kuat memang belum tentu tubuh mjd sehat kalo tidak di imbangi dg asupan gizi yang cukup,boro2 mikir gizi yg cukup buat makan yg "cukup" aja kadang2 belum "mencukupi"..ini lah sisi lain indonesiaku, kadang aku jg mikir kapan ya aku berhenti "mengolok ngolok" bangsaku sendiri tp kenyataanya jg spt itu..
BalasHapusbuat syarief,,tetaplah berjiwa besar
bwt mba,,cerita ini sungguh menyentuh
@Arumsekartaji: bener tu, rumah Syarif sdh masuk listrik. Thanks sudah mampir.
BalasHapus@hapia mesir 'n rae zen: setuju sobat. Inna ma'al usri yusro.
@Eko Wurianto: Makasi kembali Pak. Thanks your comment
@Mujahid: Syukron wise word na...!!
@Ahmad Ramadhani: Makasi sudah mampir
@aan : Yee...ketauan ne... kebanyakan mikir ngolok2 negri ndiri ya..??? Lanjutkan.... he he he.....
Subhanallah, walhamdulillah, walaa-ilaaha illallah.
BalasHapusSebuah cerita dan berita yang kian langka, yang sungguh sangat inspiratif. Kalo pengen memperbaiki bangsa besar yang sedang "sekarat" ini, sudah semestinya banyak belajar dari kisah-kisah teladan dan inspiratif kayak gini.
O ya, dalam hal pepatah "Di dalam tubuh yang sehat terdapat Jiwa yang sehat", saya juga emang dari dulu kayanya gak pernah welcome tuh Bu Sri, karena memang melihat banyak fakta yang sebaliknya.
Terakhir, saya COPAS (copy-paste) ya Bu beritanya, demi menyebar manfaat, hehehe....
Salam semangat selalu Bu and everyone !!!!
ZAINUDIN IDRIS
http://zaynet.tk
@Zainuddin Idris:
BalasHapusTerimakasih juga utk kunjungan 'n komentarnya Pak Zey.
Saya sendiri jg terinspirasi dengan beberapa nama pada tulisan ini. semoga kita selalu mendapat pembelajaran dalam setiap peristiwa.
Ttg COPAS no problem lah. MAkin memperluas wilayah sharing. Coz Sharing is Fun. he he he.
Salam semangat juga...!!
Sungguh luar biasa kisah ini, menusuk sanubariKu..semoga nanti akan Allah berikan petunjukNya, sehingga ada yg memberikan biaya utk syarif bisa melanjutkan pendidikannya amien..amien.. :-)
BalasHapusBuat Syarif, tetap tegar ya..insya Allah, dibalik kesulitan itu selalu Allah selipkan kemudahan..antum luar biasa sekali.. :-)
@Jakfar: trimakasih untuk simpatinya ustadz. Semoga ad yg 'tergerak' utuk mewujudkan impian anak bangsa yang bertalenta ini. Amin
BalasHapus