MOHON MAAF, PELAWISELATAN DOT BLOG SPOT DOT COM SEDANG DALAM PROSES RENOVASI. HARAP MAKLUM UNTUK KETIDAKNYAMANAN TAMIPLAN. Semoga Content Sharing Is Fun Memberikan Kontribusi Positif Bagi Pengunjungnya. Semua Artikel, Makalah yang Ada Dalam Blog Ini Hanyalah Sebagai Referensi dan Copast tanpa menyebutkan Sumber-nya Adalah Salah Satu Bentuk Pelecehan Intelektual. Terimakasih Untuk Kunjungan Sahabat

31 Mei 2010

Kesadaran “Mengelola Pengetahuan” untuk Seorang Guru dari Pak Hernowo Hasim


Siapa yang tidak kenal Pak Hernowo Hasim, penulis buku dahsyat dengan judul sungguh bijaksana; MENGIKAT MAKNA. Beliau adalah salah satu penulis negri ini yang saya kagumi. Maka ketika saya menemukan FB beliau beberapa bulan yang lalu, langsung deh saya add. Sungguh gembira hati ketika beliau confirm. Berikut ini saya ingin share Note yang ditulis oleh Pak Hernowo yang berjudul KESADARAN “MENGELOLA PENGETAHUAN” UNTUK SEORANG GURU. Saya merasa sangat beruntung ketika Note ini beliau tag ke FB saya. Karena isinya sangat bermanfaat, maka saya share disini. Tentu saja atas izin beliau. Ya…silahkan disimak temans… Semoga bermanfaat.

======================================================

Kesadaran “Mengelola Pengetahuan” untuk Seorang Guru….
Oleh Hernowo

Gambar ini dimodifikasi dari sebuah materi yang ada di buku karya Anita Lie.


Ketika berkesempatan memberikan materi seputar strategi kegiatan belajar-mengajar bernama “contextual teaching and learning” (CTL), saya tentu membuka presentasi saya dengan sebuah gambar. Gambar itu sederhana. Hanya menunjukkan gambar cangkir dan tanaman yang keduanya sedang dituangi air. Gambar tersebut saya ambil dari buku Anita Lie, Cooperative Learning. Gambar cangkir dan tanaman tersebut menyimbolkan dua orang murid yang sedang belajar. Sementara itu, sang guru disimbolkan dengan sarana untuk menuang air. Air adalah pengetahuan—katakanlah jenis mata pelajaran—yang benar-benar dikuasai oleh sang guru.

Begitu sebuah kegiatan belajar-mengajar berlangsung, seorang guru dapat segera menentukan apakah para muridnya akan dijadikan “cangkir” atau “tanaman”. Jika dia menjadikan para muridnya sebagai cangkir, itu berarti dia sedang ingin menerapkan strategi “menuang” tanpa berupaya merangsang para murid untuk mengolah air secara bersungguh-sungguh. Keadaan ini bisa terjadi karena cangkir memang hanya berfungsi untuk menampung tuangan air itu. Cangkir, seakan-akan, tak punya kemampuan untuk mengaitkan air (pengetahuan) dengan diri masing-masing murid yang sedang belajar. Akhirnya, jika nanti para murid itu dites, cangkir-cangkir hanya akan mengeluarkan lagi apa yang diterima atau disimpannya.

Tentu keadaan tersebut berbeda sekali jika seorang guru memilih agar para muridnya menjadi tanaman—dan Anda akan segera paham bahwa jenis tanaman itu bermacam-macam. Ada tanaman yang menghasilkan buah (tomat, papaya, cabe, dsb.), dan ada tanaman yang menghasilkan bunga (mawar, melati, anggrek, dsb.), serta ada tanaman yang tidak berbuah dan berbunga tapi memproduksi daun yang rimbun. Ketika si guru menuangkan air ke tetanaman, secara otomatis tetanaman itu tidak hanya menerima tetapi juga mengolah air (pengetahuan) tersebut. Tetanaman tentu akan menerima air dengan senang hati karena mereka sangat memerlukannya untuk hidup. Agar air itu bermanfaat bagi kehidupan mereka, tetanaman itu pun akan bersungguh-sungguh dalam menolah air yang mereka terima. Mereka akan mengolah sesuai dengan keperluannya—apakah air tersebut akan diolah untuk menumbuhkan dan memperkuat akar atau untuk merimbunkan daun-daun atau untuk memproduksi buah dan bunga.

Hingga di sini, Anda, sebagai seorang guru, tentu dapat membayangkankan perbedaan sangat mendasar antara murid yang menjadi sekadar cangkir (benda mati) atau tanaman (makhluk hidup). Menarik sekali jika, pada saat ini, murid-murid yang sedang belajar di sekolah itu senantiasa dianggap tetanaman yang segar dan sedang mekar-mekarnya. Jenis tanaman, saya kira, sangat beragam sebagaimana keberagaman setiap makhluk bernama manusia. Sebaliknya dari menjadi tanaman, simbol cangkir akan tidak menarik karena seakan-akan seluruh murid itu sama (seragam) dan pasif. Jika yang seragam itu pakain sekolahnya tentu tidak ada masalah. Tapi jika yang seragam adalah otak atau dirinya, tentulah kegiatan belajar akan sangat tidak menarik. Lalu, siapa yang menentukan apakah seorang murid itu akan menjadi cangkir atau tanaman?

Tentulah yang menentukan apakah seorang murid itu akan menjadi cangkir atau tanaman, ketika akan menjalani sebuah kegiatan belajar, bukanlah si murid. Gurunyalah yang berperan sangat besar. Seorang guru akan dapat memilihkan dan menentukan apakah para murdinya akan menjadi tetanaman apabila dia memiliki kesadaran dalam mengelola pengetahuan (knowledge management). Dia sadar bahwa pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja bagaikan seseorang sedang menuang air ke cangkir. Pengetahuan baru akan menjadi sebuah ilmu yang bermanfaat jika pengetahuan itu diolah—tepatnya diproduksi menjadi sesuatu yang sesuai dengan keperluan si penerima dan pegolah pengetahuan tersebut. Dan semua itu perlu proses, tidak bisa instan. Murid harus diberi kesempatan untuk merenungkan dan menuliskan setiap pengetahuan yang diterimanya. Dan seorang guru harus dapat mendorong si murid agar berani secara habis-habisan mengaitkan (mengontekskan) pengetahuan baru itu dengan keunikan pengalaman dirinya.[]

=======================================

Setelah membaca Note ini saya jadi ingat dengan falsafah om_rame dalam artikel saya beberapa hari yang lalu. Persis banget.. Falsafah teko…! Hmm...jangan-jangan si om nemu falsafah ini dari buku Anita Lie juga.. he he he...! Piiss om...!

11 komentar:

  1. faLsafah seperti di atas si_om dapat bukan dari buku seperti yang disebutkan di atas, tetapi dari suatu seminar mengenai *cara untuk bertahan hidup dan menghidupkan Lainnya*. mungkin saja kaLau faLsafah tersebut di dapat oLeh si pembicara dari buku tersebut. hehehehehe.....
    berarti kaLo begono ibu_guru kaLah cepat dong sama muridnya, sampe-sampe ngesearch tentang faLsafah teko.
    memang buw, untuk memaknai dan mencari sumber faLsafah agak suLit, yang mudah adaLah mencari tekonya. wkwkwkwkwwk.......
    -------------------
    mengenai faLsafah teko maka bersangkutan dengan air, nah masih ada faLsafah Lainnya tuh tentang faLsafah air yang kaitannya antara partikeL air dengan doa.
    daLam bahasa orang tehnik adaLah heat-treatment pada Logam, yakni untuk dapat menciptakan sebuah Logam yang mempunyai materiaL properties sesuai dengan yang di inginkannya.
    nah, jadi bingungkan?. siLahkan cari deh soLusinya. hehehehe, jarang-jarang Lho murid menguji gurunya.

    BalasHapus
  2. Sebetulnya secara naluri, sosok guru ideal selalu mendambakan setiap siswanya dapat menerima ilmu bukan semata agar dapat menyelesaikan soal ketika ulangan, dapat nilai bagus pada setiap test hingga raportnya mengabadikan nilai2 yang memuaskan semata. Lebih dari itu guru yang ideal berharap bahwa ilmu yang mereka transfer dapat membuat siswanya bisa lebih memaknai hidup dan terampil dalam menyelesaikan persoalan2 hidup yang kelak akan mereka temui sepanjang perjalanan hidupnya. Dengan bekal ilmu yang mereka enyam di bangku sekolah lewat para guru ideal mereka, diharapkan siswa dapat terlatih berpikir lebih dalam dan tidak dangkal sehingga jika berbagai persoalan datang menghadang dalam kehidupannya kelak mereka lebih bijak menyikapinya tidak mudah terombang-ambing apalagi terpoprokasi pihak2 yang tidak bertanggungjawab. Jadi sekolah bukan hanya tempat mencari nilai atau mencari status "Juara" atau "Teladan" tapi tempat pembekalan diri agar dapat menjadi manusia seutuhnya ingin menjadi apapun kelak mereka nantinya.Sekolah sebagai "Wawasan Wiyata Mandala" adalah tempat siswa memperoleh :Pelajaran,Pendidikan dan pelatihan.Seyogyanya guru ideal dapat menempatkan diri sebagai guru,pendidik dan pelatih.Semoga....

    BalasHapus
  3. @om_rame: yap...binggo...akhirna umpan bu guru d samber jg oleh si om. All out deh...! Thanks om... wkkk....!!

    @deep yudha: setuju Ibu. KOmentar ibu smakin melengkapi makna postingan. Big Thanks

    BalasHapus
  4. pancing apa nih buw?, kaya ikan aja. wkwkwkwk.
    jangan mancing di kuah rawon ach, nti kaLo dapet daging uangnya enggak cukup untuk bayarnya. hakhakhakhak....
    wah jadi ketauan dong rahasianya, ssstttt jangan biLang siapa-siapa yah, ini rahasia Lho cuma kita-kita aja yang tau.

    BalasHapus
  5. monggo buw mampir ke tempatnya om_rame, sudah ada jawaban mengenai pengaLaman si_om waktu duLu masih sekoLah.

    BalasHapus
  6. terima kasih banyak buw atas informasinya, nanti si_om coba cari-cari bukunya.
    yang gratisan ada enggak yah?, Lagi bokek nih. hehehehe...
    -------------
    ditunggu untuk tuLisan-tuLisan terbarunya.
    semoga ibu daLam keadaan sehat dan afiat serta seLaLu daLam Lindungan Allah SWT.

    BalasHapus
  7. Guru ideal hrs mampu mengembangkan kemampuan berpikir anak didik mulai dari cara yang sederhana.Untuk mencapai itu guru hrs belajar meningkatkan kemampuannya.Terkadang miris, begitu ada ucapan " bodoh sekali anak itu di matematika" padahal sesungguhnya dia "UNGGUL" di Aplikasi Komputer.Semoga guru memhami bhwa sebenarnya setiap anak yang terlahir adalah juara,kita turut berperan dalam membantu dia menemukan bakatnya.Sukses terus buat guru yang terus belajar!

    BalasHapus
  8. @Anonim: Ya bu setuju. Stiap anak adalah juara. Paling tidak hanya satu sperma yg berhasil mencapai satu sel telur diantara berjuta2 sperma yg memburunya. Sang juara lah yg berhasil mensukseskan proses 'produksi' itu. Bgt kan Bu, secara biologi na. wkk...!!
    Slamat blajar Bu, jgn lp thn dpn back to school. Jgn sia2 kan upaya yg sdh ngambilin brosur, walopun hrs kehujanan. ha ha ha...!!

    BalasHapus
  9. Insya Allah, mdh2an bs back to school lg, biar kost nya bs bareng yak..Amiin.

    BalasHapus
  10. Kost bareng...? Hmm...ntar ya, mikir2 dl. ha ha ha... Just kidding.. Okelah kalo begeto...capa atut..!!

    BalasHapus

Komentar 'Yes' but Spam...oh...'No'...!