MOHON MAAF, PELAWISELATAN DOT BLOG SPOT DOT COM SEDANG DALAM PROSES RENOVASI. HARAP MAKLUM UNTUK KETIDAKNYAMANAN TAMIPLAN. Semoga Content Sharing Is Fun Memberikan Kontribusi Positif Bagi Pengunjungnya. Semua Artikel, Makalah yang Ada Dalam Blog Ini Hanyalah Sebagai Referensi dan Copast tanpa menyebutkan Sumber-nya Adalah Salah Satu Bentuk Pelecehan Intelektual. Terimakasih Untuk Kunjungan Sahabat

15 Februari 2010

Menteladani Metode Pendidikan Rasulullah SAW


Rasulullah Muhammad SAW adalah sosok pemimpin dengan multi talenta. Baginda Rasul bukan hanya seorang pemimpin (kepala negara), tetapi juga seorang panglima perang, pedagang (ekonom), Psikolog, dan seorang pendidik (guru). Selaku seorang pendidik Rasulullah SAW telah membuktikan keprofesionalan-nya dalam mendidik para sahabat dan generasi Muslim. Kesungguhan Rasulullah SAW dalam mendidik para sahabat, terurai dalam salah satu sunnahnya, yaitu pada hadits berikut ini: “Tidaklah dikatakan kuat atau gagah orang yang cepat naik darah ketika marah, tapi yang dikatakan kuat adalah orang yang dapat mengendalikan nafsunya ketika marah.”

Di kalangan bangsa Arab pernyataan ini benar-benar merupakan sesuatu yang baru, karena ‘cepat naik darah’ ketika marah justru merupakan slogan mereka, seperti terungkap dalam syair Amr bin Kaltsum berikut ini:

“Ingatlah…,janganlah sekali-kali menganggap remeh kepada kami,
Maka kami akan menganggapnya remeh melebihi orang-orang Jahiliyah.”

Selaku pendidik muslim sudah sepatutnya dan semestinya kita menteladani metode-metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW.

Pada dasarnya tidak ada metode mengajar yang sempurna. Setiap metode memiliki nilai plus dan minus sendiri-sendiri. Oleh sebab itu guru yang professional dan kreatif ia akan memilah dan memilih metode mengajar yang paling tepat setelah menentukan tujuan pembelajaran dan indikator dari kompetensi yang akan dicapai.

Ada beberapa metode mengajar yang dipandang representatif dan dominan yang digunakan oleh Rasulullah untuk meningkatkan potensi anak didik. Metode-metode tersebut antara lain:

1. Membawakan Kisah yang Mengandung Pelajaran

Kisah dapat memainkan peran penting dalam menarik perhatian, kesadaran pikiran dan akal anak (menanamkan motivasi). Rasul biasa membawakan kisah di hadapan para sahabat, yang muda maupun yang tua. Tujuannya adalah untuk mengambil pelajaran oleh orang-orang sekarang dan yang akan datang.

Yang patut dicatat adalah bahwa kisah-kisah yang disampaikan oleh Nabi itu bersandar pada fakta riil yang pernah terjadi di masa lalu. Jauh dari kurafat dan mitos dongeng.

Firman Allah:

“Semua kisah tentang Rasul-rasul itu, Kami ceritakan kepadamu untuk meneguhkan hatimu dengannya. Dan dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran dan pengajaran serta peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S 11:120)

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S 12:111)

Sebuah cerita memiliki pengaruh terhadap pendidikan, sosiologi dan keilmuan secara mendalam pada diri (jiwa) pendengarnya dan penontonnya. Pengaruh ini berkolerasi dengan berbagai elemen maupun sumber secara terpadu dan terpisah dalam tiga sumber dasar yang signifikan, yaitu sumber psikologi, sumber imajinasi dan sumber rasio kedewasaan.

2. Memberi Bimbingan dan Uraian Langsung (Ceramah)

Berbicara langsung kepada anak tanpa basa-basi, menjelaskan hakikat-hakikat kepadanya dan menyampaikan informasi-informasi pengetahuan dan pemikiran, akan menjadikan anak mudah sekali menerima pesan yang disampaikan kepadanya. Rasulullah selalu menanamkan kaidah-kaidah ideologis yang mendasar kepada anak. Perhatikan kata-kata yang diajarkan Rasul berikut ini:

“Jagalah Allah niscaya Ia juga akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya ada di hadapanmu. Apabila engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Allah. Jika engkau memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, andaikan saja umat seluruhnya berkumpul untuk memberikan kemanfaatan kepadamu, mereka tidak akan bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan, andaikan saja mereka bersatu untuk menimpakan kemudaratan terhadapmu, mereka tidak akan bisa memberikan kemudaratan itu terhadapmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembar catatan telah kering.”

Rasul selalu mengawali pembicaraan dengan anak dengan kata “Nak!” atau ya bunayya (wahai anakku saying). Hal ini membangkitkan perhatian dan membuat anak merasa mendapat perhatian dari orang lain.

3. Berkomunikasi Sesuai Kemampuan Rasio Anak.

Setiap manusia memiliki keterbatasan yang tidak bisa dilampauinya. Begitu juga dengan seorang anak. Akal dan pikirannya masih dalam tahap perkembangan dan perluasan. Pengetahuan kedua orang tua dan para pendidik mengenai tingkat perkembangan anak-anak akan memudahkan bagi mereka untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi anak. Sebab mereka mengetahui kata-kata seperti apa yang digunakan, dan gagasan yang bagaimana yang mesti mereka sampaikan.

4. Dialog (Hiwar) Qurani dan Nabawi

Dialog (hiwar) adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topic, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Metode ini pada jaman sekarang disebut Metode Diskusi.

5. Metode Pengalaman Praktik Langsung (Metode Demonstrasi)

Melatih indra anak akan menghasilkan pengetahuan dan ilmu. Ketika ia mulai tumbuh dan bisa memfungsikan kedua tangannya untuk melakukan suatu pekerjaan, maka ketika itu pula akalnya mulai berfungsi sebagaimana mestinya. Setelah itu, ia akan melihat bagaimana ia akan melatih indranya serta menyiapkan dirinya untuk melakukan sesuatu. Demikianlah ia menekuni suatu pekerjaan dan akan melakukannya secara baik setahap demi setahap.

Rasulullah pernah melihat seorang anak yang sedang menguliti kambing namun salah dalam mengerjakannya. Lalu Rasulullah menyingsingkan lengan bajunya dan mulai menguliti kambing dihadapannya. Ia pun memperhatikan bagaimana Rasulullah menguliti kambing. Ia memfungsikan akal dan memusatkan perhatiannya pada pengajaran yang diberikan Rasulullah.
Melalui penglaman nyata dan praktis seperti ini, wawasan dan pengetahuan anak akan terbuka luas. Jangan harap anak menjadi kreatif jika dirinya tidak pernah bersosialisasi dengan orang lain. Berinteraksi dengan lingkungan memudahkan anak mendapatkan gambaran tentang bagaimana seharusnya dirinya berbuat dan bersikap.

Inilah kaidah-kaidah yang termuat dalam Contextual Teaching and Learning (CTL)

Bersambung…

Referensi:

1. Najib Khalid al-'Am, Mendidik Cara Nabi SAW, Pustaka Hidayah, 1990
2. Nasiruddin, Cerdas Ala Rasulullah, A+Plus Books, 2009

5 komentar:

  1. Wah,pelajaran yang berharga buat kita semua.Thanks sharingnya sist.Di tunggu lanjutannya...

    BalasHapus
  2. ass.waduh hebat bener.makasih ya bu dah adain ini. to miss succses always.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  4. kata2 yg sangat bijak, indah, penuh makna. Nuhun sudah berbagi.
    Eh... Puntn bu, kmarin salah manggil, manawi teh akang2. :D
    sukses bu, blognya bagus2.

    BalasHapus

Komentar 'Yes' but Spam...oh...'No'...!