MOHON MAAF, PELAWISELATAN DOT BLOG SPOT DOT COM SEDANG DALAM PROSES RENOVASI. HARAP MAKLUM UNTUK KETIDAKNYAMANAN TAMIPLAN. Semoga Content Sharing Is Fun Memberikan Kontribusi Positif Bagi Pengunjungnya. Semua Artikel, Makalah yang Ada Dalam Blog Ini Hanyalah Sebagai Referensi dan Copast tanpa menyebutkan Sumber-nya Adalah Salah Satu Bentuk Pelecehan Intelektual. Terimakasih Untuk Kunjungan Sahabat

9 April 2009

KTSP VS UN


Wuih…. Senang sekali kawan bisa nulis lagi hari ini, tentu saja setelah mencontreng lo. Sebelumnya syukron banget kepada para blogger dan rekan-rekan yang sudah meluangkan waktunya singgah ke blog minimalis plus gak fashionable banget ini. Terus yang kasi spirit supaya diriku tetep posting. Belum lagi yang udah ngirimin diri ini e-book. Baik budi bener kalian semua. Gak kebaleslah….. Tapi ‘ngan khawatir, pasti ada balasannya di yaumil akhir nanti, kawan. He he he….!! Maklum aja, yang namanya Ibu guru (guru swasta pulak tu) kadang PR seabreg. Kalo dah gicu ‘nafsu’ otak-atik blog diremlah. Bukan apa-apa kawan, khawatir kebablasan aja. Kalo dah kebablasan dijamin PR gak siap-siap. Besok-besoknya diriku harus berhadapan dengan wajah-wajah penuh harap sambil bertanya….. “Bu, sudah siap…?? Belum lagi jumpa siswa kelas 9, mereka selalu tanyak, “Bu, laporan saya sudah masuk?” Alahmak…!! Nah kan mulailah ngawurnya tu cerita, terus artikelnya mana ? Hi hi hi… neh ada opini dikit. Dibaca ya, terus leave comment. Hiks….. ‘ngarep’ mode is on now…!!

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik. Tentu saja dalam pengembangannya tetap mengacu pada rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Dengan kata lain dengan diluncurkannya KTSP pada tahun 2006 ini merupakan angin segar plus tantangan buat sekolah/madrasah untuk meningkatkan kwalitas dan kreativitas sekolah/madrasah mereka masing-masing. Karena setiap sekolah harus mengembangkan format kurikulum mereka sendiri sesuai satuan pendidikannya. (Walopun masih banyak yang copy paste…gak pa-palah. Namanya juga usaha. He he he….) Setiap sekolah harus siap menerapkan KTSP pada tahun ajaran 2009-2010 secara menyeluruh. Duuhhh….. memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan potensi daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan yang paling penting sesuai dengan potensi peserta didik, duhai sungguh indah kedengarannya. Betapa bijaksana yang mencanangkan kurikulum ini.

Setidaknya itulah pemikiran yang muncul beberapa tahun yang lalu di benak seorang guru swasta ya diriku ini, dimana guru swasta itu terkadang dianggap cenderung tidak kompeten, tidak memiliki etos kerja, tidak punya komitmen, kaum marjinal yang tidak perlu diperhitungkan, yang kuota dalam sertifikasi guru jumlahnya sungguh minimal, yang jarang diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan, yang tunjangan profesi-nya dipending aja karena harus mendahulukan tunjangan guru yang PNS terlebih dahulu…(walopun kadang yang PNS selalu late and late again), ya udah gak usah diteruskan atribut-atribut yang tersebut di atas, karena semua itu gak ngaruh ama diriku…he he he… Badak juga ya.

OK..kembali ke masalah KTSP, kawan. Nilai falsafah KTSP sangat menghargai keragaman potensi yang dimiliki peserta didik. Keragaman potensi itu adalah:
 Intelektual
 Spiritual
 Moral
 Emosional
 Kecerdasan jamak

Kecerdasan jamak peserta didik meliputi 8 dimensi, yaitu:

1. Kecerdasan linguistik (cerdas kosakata)
2. Kecerdasan logika dan matematika (cerdas angka dan rasional)
3. Kecerdasan spasial (cerdas ruang/tempat/gambar)
4. Kecerdasan kinestetika-raga (cerdas raga)
5. Kecerdasan musik (cerdas musik)
6. Kecerdasan interpersonal (cerdas orang)
7. Kecerdasan intrapersonal (cerdas diri)
8. Kecerdasan naturalis (cerdas alam)

Akan tetapi segala keindahan dan kebijaksanaan itu jadi berkurang ‘greng’-nya ketika harus dihadapkan dengan system Ujian Nasional yang pihak pusat masih mem-feto nilai 4 mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA. Setiap peserta didik harus mampu melewati angka 4,49 jika ingin lulus pada 4 mata pelajaran di atas (minimal 4,50). Memang angka-angka itu masih angka minim jika dibandingkan Malaysia, Singapur atau Negara Asia Tenggara lainnya (apalagi asia or dunia bo’), tapi layakkah dituntut dari sekolah/madrasah yang memiliki input baik itu SDM maupun sarana yang berbeda? Apakah sekolah/madrasah di daerah-daerah yang segala fasilitas serba terbatas karena terbentur dana juga dituntut menghasilkan out put yang kwalitasnya sama dengan sekolah/madrasah dipinggir kota atau dikota yang pada umumnya fasilitas mendekati standar ? Adilkah ini ?

Memang anggaran untuk pendidikan dalam RAPBN selalu didengung-dengungkan meningkat, tapi benarkah dana itu telah menyentuh level bawah? Belum lagi jika kita hubungkan dengan delapan kecerdasan jamak yang dimiliki anak. Apakah seorang anak yang memiliki kecerdasan logika dan matematika bagus, tetapi kecerdasan linguistiknya kurang tidak layak untuk meneruskan pendidikan dasarnya? Haruskah yang berhak melanjutkan pendidikan dasar adalah hanya siswa yang memiliki kecerdasan linguistic, kecerdasan logika dan matematika serta kecerdasan natural saja ? Lalu yang tidak memiliki kecerdasan tersebut, tetapi mumpuni dalam kecerdasan lain semua di lempar ke program Paket A, Paket B dan Paket C? Atau memilih mengulang dengan menanggung depresi berkepanjangan karena menyadari memiliki kecerdasan tertentu yang kurang? Aih… Sungguh tidak manusiawi plus melanggar HAM. Oh…Pak Mendiknas….please dech…!! (Hiks…emangnya beliau mau denger ? Sebodolah yang penting dah all out neh… he he he…)

Belum lagi jika kita tinjau dalam pelaksanaan UN. Semua soal keempat mata pelajaran tersebut dengan menggunakan LJK (Lembar Jawaban Komputer). Bukan mustahil potensi human error akan terjadi. Anak tidak bisa menjawab bukan karena tidak tahu jawabannya, tapi karena ada kekeliruan input data atau sejenisnya. Segala kerja keras dan usaha selama 6 tahun untuk SD dan 3 tahun untuk SMP kelulusannya hanya ditentukan oleh nilai ujian dalam waktu 1 hari tanpa memperdulikan potensi spiritual, moral dan emosional. Oh…My God….!!

System pengawasan dalam pelaksanaan UN yang rada aneh, yaitu dengan menghadirkan team independence bahkan polisi, walah cenderung memberi dampak psikologis yang negatif buat peserta didik. Kepala sekolahpun kebagian depresi khawatir jika banyak yang tidak lulus, depresi itupun merambah ke dewan guru. Orang tua murid apalagi. Walhasil selama pelaksanaan UN semua pihak depresi. Sehingga muncullah fenomena dan kisah-kisah yang aneh-aneh setiap tahunnya dalam pelaksanaan UN. Kok bisa sampek segitunya? Ya bukan rahasia lagi karena adanya ‘tekanan’ secara sistematis dari ‘atas’ ke ‘bawah’ yang menuntut harus banyak yang lulus. Jika tidak… “AWAS….!!” He he he….

Apalah artinya keindahan dan kebijaksanaan KTSP jika tidak matching, tidak sinergi dengan sistem kelulusan ala UN? Memang sungguh tidak enak jika kita membaca atau mendengar bahkan melihat kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan UN. Tapi kalo boleh pinjam istilah Upin dan Ipin…. “Semua ini sapa punya pasal?” Hayyoooo…..?

2 komentar:

  1. ... UN ... Oh UN... Hiks ... Hiks ... Hiks ...

    BalasHapus
  2. Sebaiknya gimana bu guru....mungkin dipertimbangkan juga prstasi di bidang lain ya...

    BalasHapus

Komentar 'Yes' but Spam...oh...'No'...!